Mendadak Turis
Perjalanan beberapa bulan yang lalu dan baru sempet di posting sekarang, maaf ya guys yang nungguin (^.^)v
Karena susah sekali mendapatkan waktu untuk hang out sama
wanita-wanita super sibuk ini, jadi kita sempetin seenggaknya sehari dalam
setahun buat ngumpul dan jalan-jalan. Mengingat tahun lalu kita nyasar jauh
sampai ke Cipanas, lalu kita panik, kemudian dengan segala drama yang terjadi
akhirnya bisa pulang … dihari
berikutnya, tapi itu malah jadi
perjalanan yang seru banget. Mungkin kali ini kita akan nyasar lebih jauh lagi …
tapi nggak, karena waktu liburnya mepet, jadi cuma jalan ke daerah yang deket-deket
aja.
Museum menjadi pilihan kita, sebenernya gue mau ajak mereka
ke museum prasasti yang artistik itu, tapi karena suasana disana agak “unik”
dan temen gue agak “sensitif” gak mau hal-hal aneh terjadi, kita beralih ke
pilihan ke dua, jembatan merah, kota tua, eh, namanya sih Jembatan Kota Intan tapi gue bilangnya jembatan merah. Iya ujung-ujungnya ke kota tua juga
(-__-).
Demi mendapatkan pengalaman seperti turis (dinegeri sendiri)
kita memutuskan untuk jalan kaki dari stasiun kota ke jembatan merah, dibawah
sinar matahari yang lagi bersinar dengan cerianya. Ditengah perjalanan kita
masuk ke sebuah exhibition gitu, gak tau apaan tapi pas nanya masuknya gratis,
ya udah kita masuk aja. Kita memang gitu gampang terdistraksi dengan hal-hal
yang gratisan apalagi dapet tote bag gratis juga, hehehe. Ternyata itu pameran
tugas arsitektur gitu yang diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan. Sebenarnya
gue gak ngerti tapi keren, gue jadi
inget cerita temen gue yang berbulan-bulan bikin maket untuk tugas
kuliahnya. Tentu aja fotogenic buat
difoto-foto apalagi bikin adegan kayak film Godzila gitu, ahahaha ng… sebelum gue merusak sesuatu lebih baik gue menjauh.
Setelah bosen puas melihat-lihat kita melanjutkan
perjalanan. Ternyata lumayan jauh kalau diperluin banget jalan kaki ke jembatan
merah, sempet meragu apakah jalan yang
kita yakini ini benar atau gak, karena gak sampai-sampai. Dan akhirnya kita
menemukan apa yang dicari, jembatan merah didepan mata.
doloe - sekarang |
Sampai di jembatan tuh sekitar jam sebelas siang dimana
matahari lagi riang-riangnya bersinar, dan kita malah panas-panasan foto-foto di
atas jembatan, turis juga gak gini-gini amat sih, ya …
Kalau kita ingat sejarah jembatan ini yang begitu sibuk pada masanya, jadi agak miris, ya.. kali besar yang dulunya sering dilewati kapal-kapal pembawa rempah-rempah, kini hanya sebagai kali penampung sampah. Ya, sekarang mendingan, kalinya udah gak terlalu kotor dan gak terlalu bau (walau tetap bau) kayak beberapa tahun yang lalu, tapi sebagai situs sejarah jembatan ini masih tidak terawat. Masyarakat sekitar yang gak terlalu peduli dengan hal ini, malah membuatnya terlihat kumuh.
Setelah puas foto-foto, tepatnya setelah kehausan dan
kepanasan kita lanjut ke tujuan berikutnya, pelabuhan Sunda Kelapa. Sebenarnya
gak dipungut biaya buat naek ke jembatan merah ini, tapi pas kita mau cabut ada
seorang bapak (sepertinya penduduk sekitar) yang minta uang kebersihan yang
kalau gue lihat-lihat sih tempat itu gak bersih-bersih amat, masih terlihat
gelas-gelas plastik bekas air mineral yang berserakan. Well, waktu itu temen
gue ngasih lima ribu, dan kita langsung cabut.
Dari jembatan merah kita naik angkot menuju pelabuhan Sunda
Kelapa. Untuk masuk kita harus bayar tiket masuk (kalo gak salah) empat ribu
rupiah. Seperti anak-anak yang haus akan sinar matahari kita malah main ke tempat yang panas-panas, gue gak ngerti
lagi. Karena sampai pelabuhan sekitar jam satu jadi gak ada pemandangan menarik
selain para abk yang sedang membersihkan dek kapal. Setidaknya kapal-kapal yang lagi berlabuh ini
cukup fotogenic, dan kita tetep foto-foto ditengah teriknya matahari.
Dari pelabulan Sunda Kelapa kita lanjut lagi ke museum Bank
Indonesia. Kita Sampai di museum Bank Indonesia pas satu jam sebelum tutup,
jadi lumayan masih ada waktu buat keliling-keliling, senggaknya didalam adem. Untuk masuk ke museum Bank Indonesia kita
harus bayar lima ribu rupiah, kita juga diperbolehkan buat bawa kamera
profesional, didalam cukup fotogenic tapi karena pencahayaannya agak kurang
jadi gak cukup kalau cuma pakai kamera pocket kayak gue.
Ada yang bertanya-tanya gak sih, kok gak ada foto guenya? Gak ada yang peduli, ya? key, fine. For your information aja kalo jalan-jalan sama mereka memang gue selalu jadi tukang fotonya, karena kalo jalan-jalan dengan dalih hunting foto, padahal mah ... ya gitu. Gak apa-apa, kan memang lagi belajar, mereka itu kan model-model terbaik gue, fleksible dan bisa dibully, huahahaha..
Thanks ya, girls (^.^)b
Dan dimuseum Bank Indonesia perjalanan kita hari itu berakhir. Seru juga wisata sejarah ke Museum-museum di Jakarta, sambil bayangin keadaan pada masa kejayaannya. Pasti menyenangkan kalau kita bisa mempertahankan semua peninggalan Belanda ini sesuai dengan perannya dimasa lalu. Yah, hanya angan semu, semua sudah tersentuh modernisasi, Jakarta sekarang terlalu rumit jika dibandingkan dengan jaman dahulu. Biar begitu Jakarta tetap kota yang ku tjintah, dengan segala keruwetannya.
Komentar
Posting Komentar