Postingan

Menampilkan postingan dengan label belajar fiksi

Ikiro!

Gambar
"Pras!" Fathur berteriak pada seseorang di kejauhan sambil melambaikan tangan. Orang yang dipanggil Pras itu berjalan mendekati Fathur dan melepas headphone  tanpa mengatakan apapun. Saat itu sudah lewat tengah malam. Bengkel tempat Fathur dan Pras bekerja sudah sangat sepi. Fathur sudah selesai dengan tugas terakhirnya yaitu mengunci pintu toko dan menunggu Pras yang masih berberes di dalam bengkel. Kali ini Fathur sengaja menunggu Pras sebelum pulang. "Udah beres dikunci semua?" Tanya Fathur. Pras hanya memberi acungan jempol kanan pada Fathur. "Minta lagu yang bisa memberi semangat gitu dong, Pras. Khazanah lagumu kan banyak, tuh. Lagu apa sajalah yang penting bisa bikin semangat lagi." "Hmm," setelah berpikir beberapa saat Pras mengeluarkan sticky note dan pensil mekanik dari dalam tasnya dan menuliskan beberapa kata.  Setelah memberikan kertas kecil itu pada Fathur, Pras pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Fathur diam sedikit terheran melih...

Kretek Tingwe

Gambar
Shinta duduk di kursi reyot tua yang kontras dengan tubuh mudanya, direbahnya tubuh tanpa gairah sambil memandang pekarangan belakang rumah yang tak kalah muram. Wajahnya lesu tapi masih meninggalkan jejak cantik, dahinya berkerut menyiratkan beban di dalam kepala, pikirannya penuh dan kusut seperti benang yang dikuwel-kuwel sulit untuk diuraikan.  Tak jelas apa yang dipandanginya seolah penglihatannya bisa menembus pagar sampai jauh, sejauh-jauh yang tak bisa dibayangkan. Tak lama ia mengubah posisi duduknya jadi miring ke kiri mengeluarkan suara derit kursi yang memecahkan keheningan, ditopang dagunya dengan tangan kiri yang bertumpu pada tangan kursi, seperti sangat lelah dihembuskan napasnya dengan berat. Rama mengintip dari balik pintu, bertanya-tanya ada apa gerangan Shinta yang selalu terlihat berseri menjadi lesu seperti tahanan perang yang tidak makan dan tidak tidur berhari-hari. Didekatinya Shinta dengan langkah santai tapi penuh rasa ingin tau, Rama duduk d...

Late Nite

"Fat," "Hmm…" "Belom tidur, kan, lo?" "Ya kalo gue tidur gak bakal nyaut dong, malih." "Eh, lo pernah gak, sih, tiba-tiba otak lo ngeblank bener-bener gak mikirin apa-apa, terus lo ngerasa kosong kayak merindukan sesuatu tapi sebenernya gak?" "Apaan, sih, lo? Absurd banget, dah." "Gak, jadi … gimana, sih … kayak lo merindukan sesuatu gitu." "Kayak merindukan Rasul?" "Masyaallah.." "Masyaallah." "Beda emang ye, anak santri. Maen sama lo terus lama-lama jadi alim gue." "Ya daripada lo merindukan sesuatu gak jelas. Lagian apaan sih, Pras, halu banget lo malem-malem." "Tau nih, angin gunung suka bikin halu emang. Tapi serius, kayak kosong gitu, lama-lama kaya ada kehangatan, terus ya udah lo jadi menikmati diri lo yang kosong itu." "Iye, terserah lo, dah." … "I close my eyes and feel th...

Panda yang Berkisah Bebas

Gambar
source Aku ingin menjadi protagonis dalam ceritaku sendiri. Aku ingin menjadi panda yang hanya berwarna hitam dan putih jadi aku tidak perlu merasa bingung apakah pantas dengan warna kuning seperti pisang yang masak atau warna hijau seperti balon yang meletus atau warna ungu seperti rambut Rize Kamishiro atau magenta atau tosca atau maroon atau ... ahhh ... aku tidak peduli.  Aku ingin menjadi panda yang berkisah bebas sebebas-bebasnya tanpa interupsi! Aku ingin dalam ceritaku mempertemukan Rahwana dan Drupadi membuat mereka saling jatuh cinta hingga mengunggah foto-foto mesra mereka berdua di akun instagram masing-masing sampai akhirnya Sinta menjadi cemburu dan ngambek lalu memutuskan pergi ke Singapore untuk belanja dengan semua kartu kredit yang Rama punya yang kemudian membuat Rama putus asa dan meminta bantuan Kaito Kid untuk membujuk Sinta untuk pulang. Namun saat itu Kaito Kid sedang sibuk dengan rencana-rencananya untuk mencuri batu-batu dari tangan Thanos, lalu...

Ruang Kosong di antara Dus-Dus yang Masih Menumpuk

Gambar
Kubiarkan diriku rileks duduk di antara dus-dus yang saling bertumpuk, di ruangan yang mulai tampak sepi dan udara yang terasa kosong. Kupikir kehidupan nomaden ini sudah berakhir, lupa bahwa manusia adalah makhluk yang harus terus bergerak. Rasanya sudah ratusan kali barang-barang ini kutata sendiri dalam dus-dus besar, sudah berjam-jam kuhabiskan. Rupanya aku tak pandai menata barang, kiranya kau mau membantuku? Mungkin kalau kita menata barang-barang ini ke dalam dus-dus besar bersama, kau akan bekerja lebih keras, karena kau tau, aku yang tak bisa melakukan ini dan itu dengan benar. Tapi akan kupilih barang-barang yang penting saja, aku sudah berhenti menjadi si penimbun, sudah banyak barang-barang yang kubuang lho, aku ingin mulai hidup minimalis saja. Memandangi dus-dus penuh kenangan ini senyumku mengembang, ada rasa hangat di dalam dadaku. Selama ini kita bergerak dan terus bergerak menciptakan pertemuan-pertemuan yang romantis, meninggalkan kenangan-kenangan geti...

Temui Aku di Perpustakaan

Gambar
Biasanya aku mulai dari menyusuri rak filsafat, belok ke rak ilmu sosial dan bermuara di rak sains. Lain waktu aku mulai dari rak sejarah masuk ke lorong rak bahasa dan berakhir di rak sains. Selalu bermuara di rak sains, selalu bermuara kepadamu.  Hari itu aku susuri rak arsitektur taman demi membantu seorang teman mencari sebuah judul buku, tak di sangka yang kutemukan malah dirimu dengan dua buku di tangan kiri sedangkan tangan kananmu masih menyusuri buku-buku di rak atas. Lalu kau menyerah dan berjalan masuk ke lorong rak bahasa melewati rak filsafat dan berhenti di rak sains.  Saat itu aku terheran-heran, apa ini? Kenapa pandanganku tak lepas darimu? Kenapa aku tiba-tiba mengikutimu sampai di rak sains? Kenapa aku mengambil asal sebuah buku dari rak itu, pura-pura kubaca padahal aku mencari celah untuk memperhatikanmu? Siapa gerangan dirimu? Lalu kau duduk di bangku dekat jendela, meletakkan buku-buku arsitektur dan memilih asik dengan buku yang baru saj...

Jejak [6]

Gambar
Cerita sebelumnya ... “Eh, mbak! kamu itu gila apa mabok? Sidang penting gitu malah lawak. Udahlah lakuin apa yang saya saranin aja. Menyerah!” Omel Pras yang sudah sangat kesal dengan Alia. “Gue bener-bener ada bukti rekaman malam itu. Gue gak sengaja merekam kejadian itu dengan kamera gue.” “Rekaman Dora?” “Ada yang sabotase bukti gue. Dan lo itu cuma salah paham, mending lo diem aja kalo gak punya bukti yang pasti dan jangan nambahin masalah ke gue.” Setelah menyelesaikan kalimatnya Alia langsung pergi meninggalkan Pras. “Pras!” “Eh, Fat. Loh, kok, ada di sini? “Iya aku kuatir sama kamu. Ngapain sih, Pras, ikut campur masalah ini? Aku tadi lihat persidangannya kacau banget, kamu lagi gak punya bukti apa-apa. Itu juga apa-apaan video kartun.” “Ini soal kebenaran yang harus diungkap, Fat. Kalo kita punya rasa kemanusiaan kita gak bisa diem aja sementara kita tau kebenarannya. Iya, orang itu … gemblung tenan!” Alia berjalan dengan rasa malu, kesa...

Jejak [4]

Gambar
Cerita sebelumnya ... Pras kembali ke toko dengan beban pikirannya tentang peristiwa pembunuhan yang dibicarakan orang-orang tadi. Suasana toko cukup sepi, tak banyak orang yang datang membuat para pekerja bisa sedikit santai. “Iya, baik, bu. Oke… terima kasih.” Fathur menutup telepon dan menyelesaikan catatannya pada selembar kertas. “Pras, bisa tolong antar ke daerah Slipi?” “Pras …” yang dipanggil masih sibuk dengan pikirannya sendiri, “Hemh, Cup, lagi sibuk, gak? Tolong antar ke daerah Slipi, ya. Nih, alamatnya.” “Siap, bos.” Jawab Ucup dengan sigap. Melihat ada yang tidak beres dengan temannya, Fathur mendekati Pras dan mencari tahu, “Pras … ngopo sering ngelamun?” Masih dengan tatapan kosong ke arah meja Pras menjawab, “Mbak-mbak itu …” “Cantik?” “Iya” “Kamu suka? “Hmm, tapi dia …” “Apaan, sih, Fat?!” Pras akhirnya terlepas dari pikirannya dan menoleh ke arah Fathur dengan wajah yang kesal. “Kamu itu yang apaan ... kenapa? Habi...

Jejak [2]

Gambar
Cerita sebelumnya . . . Seratus meter dari Taman Ismail Marzuki ada sebuah kedai Piza yang sudah masuk bulan ke sebelas dari pertama kali dibuka, tempat yang cukup berpotensi untuk sebuah kedai makan. Karenanya dari hari ke hari selalu ada perkembangan meski sedikit, orang-orang yang bekerja di kedai ini cukup tangguh menjaga semangat bekerja setiap harinya. Tapi malam ini di beranda lantai tiga kedai ini, Pras sedang ingin bermuram setelah mengobrol dengan ibunya di Semarang lewat telepon beberapa menit yang lalu. “Hoy, ngopo koe nglamun? Pras menoleh ke arah sumber suara yang tidak lain adalah temannya, Fathur, memberi senyum masam dan kembali menatap pohon dalam kegelapan. Fathur duduk di sebelah Pras dan ikut menatap ke arah kegelapan. “Tadi ibu telepon, Fat. Masih kuatir sama keadaan mbak Galuh. Aku yo kuatir karo mbak Galuh tapi lebih kuatir karo ibu.” “Belum move on, ya,  mbakyumu?” Mencoba mencairkan suasana Fathur berusaha untuk menggoda temann...