Gunung Cikuray; Jiwa - Jiwa Penuh Drama



Di dalam tenda, sore hari menjelang malam ditengah rintik hujan, ketika lagu Terlalu Lama Sendiri-nya Kunto Aji yang terdengar dari speakernya mba Ika ..

"Wah, lagunya lu banget, nih, Wi!", celetuk mba Ika, tanpa dosa, disusul ketawanya mba Yuli.

Gue cuma bisa senyum seadanya sambil terus ngaduk-ngaduk nasi yang bentar lagi mateng, memandang rintik hujan di luar dan tanpa sadar ikutan nyanyi dalam hati, udara dingin pegunungan seakan melengkapi suasana.

* * *

Pertengahan bulan Januari mba Ika ngajakin gue buat naik gunung, kali ini dia menjamin bukan sekedar ajakan macem MLM seperti waktu itu. Gue yang seperti biasa dipaksa dirayu sama mbak Ika, akhirnya ikut juga. Awalnya gue ragu, karena rencananya bakalan pergi sama temen-temen perempuannya aja berenam termasuk gue. Yang bikin gue ragu, itu temen-temen deket mbak Ika semua, itungannya gue jadi orang baru di grup itu, nah, terus nanti kalau gue dibully sama mba Ika, siapa yang belain???! *panik*.

Itu rencana awal. Akhirnya yang jadi pergi cuma mba Ika, mba Yuli, dan gue. Lalu mba Ika bilang kita bakal ikut rombongan temennya, bang Wisnu. Jadilah kita berdelapan dengan komposisi empat orang laki-laki dan empat orang perempuan, gue, mba Yuli, mba Ika, kak Irma, bang Wisnu, bang Lutfi, bang Lutfi (lagi), bang item (?). Dan gue masih was-was dengan sikap ibu tiri-nya mba Ika yang bisa saja muncul nanti. Sesaat gue merasa sedikit tenang mengingat mba Yuli juga ikut, seenggaknya gue menemukan sosok seorang kakak yang baik hati yang akan menjaga dan membela gue, pada diri mba Yuli. Gue berpikir positif mba Yuli akan membela gue kalau-kalau nanti mba Ika mulai bully gue. Tapi itu hanya pikiran fiktif gue saja. Di dalam bis menuju Garut, belom juga jalan bisnya gue udah dibully sama mba Ika dan mba Yuli ... iya, mba Yuli ikutan bully gue. Gak ada itu sosok seorang kakak yang baik hati yang akan menjaga dan membela gue. (-___-!)

Anyway, cerita pas gue mau ke terminal Kp.Rambutan. Janjiannya jam sepuluh malam di terminal Kp. Rambutan, gue santai-santai aja jalannya karena bakal dianterin sama bokap. Jadi gue andelin bokap, pokoknya gue nanti taunya sampai aja. Gue berangkat dari rumah jam sembilan, setengah jam pertama masih lancar di perjalanan, dan gue sibuk cek posisi sama mbak Ika. Gak berapa lama bokap nanya, "ini bener, kan, jalannya lewat sini?"  gue diem aja. Jangan bilang bapak gue lupa jalannya, duh! Like father, like daughter. Gue yang memang buta arah jalan, beneran lupa jalan ke terminal kp. Rambutan. Begitu juga bapak gue, masih keder kalau baru lewat sekali apalagi kalau udah malem, gelap, rabun, gak pake kacamata. Cakep.

Untungnya gue sampai terminal lebih dulu (setelah beberapa kali nanya orang), gak lama barulah mba Ika dan Mba Yuli datang. Setelah ketemu sama rombongan temennya mba Ika, kita langsung naik bis menuju Garut. Di dalam bis, gue mba Ika dan mba Yuli jadi yang paling heboh, di saat yang lain sudah terlelap, kita mereka masih aja ketawa-ketawa bahagia, ngetawain gue. Ketika kita bertiga diam, barulah suasana dalam bis benar-benar hening. Dasar tim rusuh.

Sampai di Garut, kita istirahat dan sarapan di sekitar terminal Guntur, setelah itu siap-siap menuju pos awal pendakian. Tujuan selanjutnya menuju pos pemancar, terus kita menyewa mobil pick up untuk ke sana, karena waktu ke Guntur gue udah pernah ngerasain naik di belakang, dan sensasinya luar biasa, jadi kali ini gue naik di depan berdua sama mba Ika, cari aman. Selama perjalanan gue curhat-curhatan sama mba Ika, sementara yang di belakang menikmati sensasi jalanan pegunungan yang bergelombang dan berkelok.

Akses menuju pos pemancar termasuk bagus, sih, terlihat dirawat dengan baik. Kata bapaknya yang bawa pick up, karena di daerah situ ada kebun-kebun yang dikelola oleh suatu perusahaan, ya.. jelas terawat aksesnya. Biarpun begitu tetep aja ngeri, jalanan bebatuan, menanjak dan berkelok, belum lagi kalau papasan sama mobil pick up lain dari arah berlawanan, selain kondisi mobil harus bagus, kemampuan menyetirnya juga harus oke. Untungnya, bapaknya yang bawa kita sudah memiliki jam terbang yang banyak, nyetirnya pake manuver-manuver ala off road gitu *halaaah*.


pos pemancar


Sampai di pos pemancar, kita istirahat sebentar, siap-siap dan langsung memulai pendakian. Dari pos pemancar aja pemandangannya udah enak banget, kebayang dong gimana pemandangan di puncak Cikuraynya. Gunung Cikuray ini benar-benar menjanjikan, dari jauh tuh terlihat gagah dan mempesona, pemandangan dari pos pemancar sampai mau memasuki hutan juga udah indah banget, pemandangan kota Garut terlihat sangat manis dari atas sini. Tapi ... ada tapinya, dari cerita yang gue tau dari berbagai sumber, sih, jalur pendakiannya itu ... huft banget. Tapi itu gak menciutkan nyali gue, selama udara masih dingin, selama jalur masih lewat hutan yang minim sinar matahari, seberat apapun jalurnya gue yakin pasti sanggup melewatinya, *tsaaah*.

Awal pendakian masih tahap adaptasi, nafas masih terengah-engah, kaki terasa sangat berat, keril gue juga terasa lebih berat dari biasanya, karena kali ini gue kebagian bawa tenda. Mba Ika yang biasanya cuma bawa daypack 'agak ringan' yang isinya panci sama penggorengan dan peralatan masak, kali ini bawa keril 60 liter juga. Gak ada harapan buat gue tukeran bawa tas yang lebih ringan, walaupun mba Ika nawarin buat tukeran, ogah! Lah, keril dia jauh lebih berat dari punya gue. Kalo mba Ika, sih, memang demen banget bawa keril gue, katanya enak gak bikin pegel walaupun berat, oh, iya dong.. keril gue (sebenernya punya abang gue) kan buatan lokal, merknya Tengger. #CintaiProdukDalamNegeri #AkuCintaProdukIndonesia *tetiba nasionalis*.



Suka banget, deh, sama foto di atas, berasa kayak di film Petualangan Sherina, gitu, ahahaha... pesona kebon teh.

Di tengah perjalanan bang Wisnu yang gendong daypack yang sisi kanan dan kirinya masing-masing air mineral kemasan botol satu liter, nawarin buat bawain keril mba Ika, kasian kali, ya, ngeliat yang lebih tua perempuan bawa tas berat. Mba Ika menyambut bantuannya dengan wajah yang berseri-seri. Kini mba Ika terlihat lebih semangat dan langkahnya lebih ringan. Iyalah. Gak lama mba Ika nawarin buat bawain keril gue, awalnya gue masih berusaha terlihat kuat, "gak usah, masih kuat, kok". Gak lama mba Ika nawarin lagi, mungkin muka gue udah memancarkan kalimat 'aku lelah dengan semua ini, aku ingin pulang!!', dan gue langsung setuju buat dibawain kerilnya, ahh.. mba Ika mengerti gue banget deh :') . Langkah gue langsung terasa sangat ringan, walaupun masih terasa capek mendaki, bahkan tanpa membawa apapun, ya.. kalau gak mau capek tidur aja dirumah. Karena mba Yuli setia dengan kerilnya, jadi cuma gue sama mba Ika yang ganti-gantian.

Tanjakan cihuy



Tanjakan cihuy ini berupa tanah lempung yang kalau basah tau lah gimana licinnya. Saat kita nanjak, sih, gak ada masalah karena gak lagi hujan, walaupun agak ngeri dengan kemiringannya. Yang jelas tetap harus konsentrasi. Menurut gue jalurnya pendakiannya memang berat, jalur terus menanjak dengan kemiringan cukup curam, banyak akar-akar pohon, beberapa pohon tumbang, dan undakan-undakan batu tinggi yang bikin lutut cepet pegel, jadi kita sering berhenti dan istirahat, mungkin yang cowok-cowok lelah dengan tempo mendaki kita, hehehe. Dan jangan lupa di gunung Cikuray ini minim sumber air, jadi kita harus lebih berjuang untuk membawa persedian air yang cukup selama perjalanan untuk minum dan memasak. Sempet kita istirahat cukup lama buat makan siang, apalagi menunya kalau bukan mi instan, dan entah kenapa rasa mi instan saat itu benar-benar enak.

Setelah selesai makan dan ngopi-ngopi santai, kita melanjutkan perjalanan menuju puncak bayangan untuk kemah. Gue udah nggak berharap apa-apa lagi ketika mendaki gunung, setelah mendapatkan kenyataan yang jauh sekali dari harapan pas naik ke gunung Guntur, gue belajar untuk menerima dan mensyukuri apapun yang akan dihadapi *tsaah*. Tapi agak kecewa juga pas kita mendapat lapak kemah yang gak dapet pemandangan bagus, dan bidang tanah datar yang minimalis, pas banget cuma buat tenda.

Setelah tenda sudah berdiri kita langsung bongkar muat dan mulai masak-masak. Kali ini sang juru masak adalah mba Ika, gue, mba Yuli dan kak Irma, mah cuma bantuin aja, bantuin doa ... hahaha.
Setelah selesai makan, selanjutnya tinggal istirahat, tapi seperti biasa sebelum tidur kita main-main dulu, main kartu ciptaan mba Yuli (gue masih belom tau nyebutnya apa), mainnya rebutan kartu yang gambarnya sama kalau gak dapet berarti dia kalah, yang kalah mukanya dicoret bedak. Gue .. tentu aja kalah melulu, udah capek jadi gak bisa fokus. Setelah capek bikin keributan malam-malam di tengah tempat perkemahan, kita bersiap untuk tidur.

Oh, iya di lokasi kemah ini, dibuat jamban darurat yang cuma ditutupi sama terpal gitu, di dalemnya ada lubang cukup besar di tanah yang berisi air, lumayanlah dari pada harus ke semak-semak. Walaupun bau dan agak ngantri. Nah, pas ngantri di sini gue malah curhat sama mba Ika, lumayan jadi gak berasa nunggunya. Baru ini, sih, gue curhat di deket jamban, ahahaha, *pengalaman baru*.

Nah, momen mau tidur ini yang agak krusial, karena kebetulan tendanya minimalis yang sebenarnya kapasitas untuk dua orang, maksimal tiga orang lah, dan kita membuatnya untuk menampung empat orang ditambah keril dan segala isinya, gak usah dibayangin betapa sumpek dan sangat gak rapinya tenda kita, bikin sedih. Untungnya gue fun size jadi bisa nyelip-nyelip tidurnya. Saking minimalisnya tenda kita jadi gak ngerasa dingin padahal lagi hujan, jadi kita tidur sleeping bag satu buat selimut berempat, udah cukup hangat. Ngomong-ngomong tendanya minjem punya Nandar, makasih, ya, Dar, tenda lu udah nyampe di Cikuray, nih, yang punya mah kapan-kapan aja nyusul :D.

Sayangnya gue gak bisa tidur, gue beberapa kali tiba-tiba bangun dan merasa resah, gue gak percaya kalau gue homesick, rasanya tuh pengen nangis, pengen pulang, bener-bener gak nyaman banget, entah karena tempatnya sempit, entah karena gue kecapekan banget, dan mba Ika malah ngetawain gue :'( . Kak Irma yang dari tadi terlihat tenang beberapa kali nawarin buat tuker posisi, ternyata dia kebasahan di pojok sana, ahaha... embunnya ternyata nembus ke dalam tenda, parah.

Menjelang subuh, baru gue bisa tidur nyenyak malah dibangunin buat mendaki ke puncak, bersiap-siaplah kita buat summit attack. Karena kita berangkatnya kurang pagi dan medan yang dilalui terasa berat, jadinya kita gak bisa mendapatkan pemandangan sunrise dari puncak Cikuray, sayang sekali. Saking beratnya jalur sampai ada korban, kak Irma merasa pusing dan kurang sehat, jadi dia istirahat sebentar ditemani bang Lutfi sementara lainnya melanjutkan perjalanan. Ketika sudah dekat dengan puncak giliran mba Yuli yang pusing dan merasa gak sehat, perlahan tapi pasti dengan semangat yang kita berikan, akhirnya bisa sampai puncak.









Di puncak ternyata ramai banget, keramaian kayak ada pasar kaget gitu, dah. Ada yang mendirikan tenda juga, padahal ada larangan tertulis mendirikan tenda di puncak. Di sini ada bangunan kecil, mungkin buat neduh gitu, uniknya cat bangunan itu selalu di ganti tiap tahun. Kata mba Ika, dulu pas ke sini warna catnya hijau, sekarang warnanya udah ganti jadi pink, tahun depan gak tau deh warna apa. Walaupun gak sempet menyaksikan matahari terbit dari puncak, tapi pemandangannya masih sangat indah, kok. Menikmati pemandangan dari puncak Cikuray sambil sarapan mie instan bersama teman-teman juga cukup buat jadi kenangan manis.

yang lain suap-suapan, gue nyuap sendiri ._.

Setelah puas foto-foto dan menikmati pemandangan, kita balik lagi ke tempat kemah buat masak-masak lagi dan beberes untuk pulang.

isi tenaga untuk perjalanan turun
Dari kiri bang Lutfi, Bang Wisnu, Bang Item, bang Lutfi, kak Irma, gue, mba Yuli (ketutupan), mba Ika. Seru banget makan bareng-bareng, masak makanan juga bareng-bareng. Terus yang cowok-cowok saling suap-suapan gitu makannya, mba Yuli dan kak Irma juga suap-suapan, kenapa mba Ika gak mau suapin gue ... gak apa-apa, sih, gue kan mandiri, biasa apa-apa sendiri. It's Ok. Fine.

Ketika semua udah beres dan kita siap melanjutkan perjalanan, hujan turun cukup deras, dan gak berhenti. Kita tetap jalan dengan memakai jas hujan, kalau yang cowok-cowok, sih, pada nggak pakai jas hujan, kuat ya, mereka.

Di tengah perjalanan mba Ika bilang gini dengan tanpa dosanya, "Dari tadi belom ada yang jatoh, nih, Wi, gak seru."  dan gak lama mba Ika bilang gitu, gue jatoh. Terima kasih buat mba Ika yang sudah membuka keapesan gue, karena setelah itu gue jadi kepeleset dan jatoh terus. Oke. Fine. Bang Wisnu yang kasian ngeliat gue jatoh melulu akhirnya nuntun gue buat milih jalan dan biar gak jatoh lagi. Ini memang salah sepatu gue juga, sih, yang gak cocok di medan tanah penuh akar yang becek. Seenggaknya gue gak menderita sendirian, mba Yuli kakinya sakit dan lecet, dan ternyata ada yang encok juga, ahaha... yang bener aja encok pas lagi naik gunung??? ya ampun. Sebenernya gue gak dibolehin bahas masalah encoknya mba Ika di sini, oke, gue gak akan bahas. Eh, tapi udah terlanjur diketik, maaf ya mba Ika, gak apa-apa, kan? :D

Greget banget deh jalur gunung Cikuray pas lagi hujan, licin banget, apalagi di tanjakan cihuy, beneran cihuy banget dah jatohnya. Sepatu, celana, jas hujan, keril, penuh tanah semuanya.

Terlepas dari semua rintangan dan kesusahan yang kita hadapi, perjalanan ini seru banget, abang-abangnya gokil, suka maen slepetan, ahahaha. Gue bisa ngerasain yang namanya tim yang solid dari awal sampai akhir, menyadari bagaimana sosok-sosok pemimpin yang baik, dan juga gue akhirnya bisa melepas semua beban yang beberapa waktu terakhir mengganggu pikiran gue, makasih buat mba Ika yang bersedia jadi pendengar yang baik dan memberi nasehat, sekarang gue udah gak bingung lagi dan udah tau harus bersikap bagaimana.

Terima kasih buat kak Irma, mba Yuli, mba Ika, bang Wisnu, bang Lutfi, bang Lutfi (lagi), dan bang item, atas keseruan perjalanannya. Nanti kita naik gunung bareng-bareng lagi, ya! ke gunung yang lain, tapi.. masih trauma dengan Cikuray :D.

Seperti kata bang Wisnu, "Yang penting, kan, kita udah punya kenangan, hujan punya cerita tentang kita." 


Komentar

  1. ah...bagian curhat-curhatnya gak disampein sepenuhnya. kan penasaran. apa yang jadi pembicaraan sehingga mengurangi kebelet di depan kakus.

    bagian so swit-so switnya juga mana ini...yang ada anak smp/sma gitu... padahal udah nungguin dari kalimat pertama. xD

    BalasHapus

Posting Komentar