Persahabatan Bersemi di Little Tokyo
Tadinya mau kasih judul "Cinta Bersemi di Little Tokyo", tapi selama enam kali dateng ke festival Ennichisai di Little Tokyo, Blok M gue belom juga bertemu sama yang bisa diajakin komitmen sehidup semati. Agak sedih memang.
Ennichisai memang bukan acara untuk mencari jodoh, tapi ya namanya juga usaha, kan . . .
Bukan, bukan itu misinya, tolong jangan melenceng, ya. Festival Ennichisai yang diadakan rutin tiap tahun ini awalnya sebagai hiburan untuk masyarakat sekitar dan untuk memajukan kawasan Blok M, bisa dibilang juga untuk mengobati rindu orang-orang Jepang yang tinggal di daerah Melawai, Blok M dengan kampung halamannya. Selain itu, festival ini juga sebagai wujud persahabatan Indonesia-Jepang yang sampai sekarang sudah terjalin selama 60 tahun, hingga akhirnya Ennichisai ditetapkan sebagai acara tahunan di Jakarta.
Tahun ini Ennichisai memasuki tahun ke delapan dan mengusung tema "Challenge" yang inspirasinya dari pepatah tua Jepang 'nanakorobi yaoki' yang berarti 'tujuh kali jatuh, delapan kali bangkit', dan iconnya adalah boneka Daruma yang bentuknya bulat tanpa kaki dan tangan, jadi kalo didorong gak akan tumbang malah kembali ke posisi semula, karena itu juga Daruma jadi simbol pantang menyerah. Gue pun jadi merasa tertantang untuk bisa menemukan pujaan hati *woy! receh banget dah* gak, gue merasa tertantang untuk tetap semangat menghadapi masalah-masalah kehidupan yang menghadang *tsaaah.
Ennichisai tahun ini sama ramainya seperti tahun sebelumnya bahkan lebih meriah, banyak banget orang beneran dah, festival ini sukses menarik pengunjung baru setiap tahunnya. Alasan gue selalu dateng juga karena menurut gue ini adalah festival Jejepangan yang paling otentik, ada moment dimana gue merasa beneran lagi di Jepang, karena di sana banyak orang Jepang yang membaur dari orang tua sampai anak-anak kecil. Dari ibu-ibu yang masih terlihat muda sampai anak-anak kecil yang unyu-unyu banget ya ampun, rasanya pengen minjem buat diajak maen seharian. Terus dengerin mereka ngobrol pakai bahasa Jepang, gak ngerti, sih, tapi suka aja dengerin langsung gitu, hehe. Tapi yang gue heran orang Jepang yang umurnya sekitar 13-20 tahun itu gue gak pernah ngeliat, hahaha, kenapa, ya?
Selain itu, yang bikin berasa lagi di Jepang itu ada banyak stand makanan-makanan khas Jepang, ada sekitar ratusan stand makanan khas Jepang. Ratusan? Gak, deng, mungkin ada sekitar tujuh puluh stand yang gue liat dari denahnya. Terus ada banyak pertunjukan kebudayaan tradisional Jepang. Salah satu yang gue lihat itu parade Oiran Dochu yang merupakan budaya di jaman Edo, parade Geisha (wanita penghibur, hanya yang tingkatnya tinggi yang ikut parade) menggunakan kimono yang cantik untuk menjemput para tamu pada jaman Edo. Nah, yang gue lihat di Ennichisai kemaren itu paradenya ada satu Geisha yang dipayungin, dia pakai kimono lengkap dan geta yang haknya tinggi banget, ada kali 20 cm, ya? Terus jalannya pelan-pelan banget sambil pegangan pundak laki-laki disebelahnya, gue ngeliatnya pegel sih, jalan nyeret-nyeret geta kayu tinggi gitu, huft.
Satu lagi parade yang akhirnya bisa puas gue nontonnya, parade Mikoshi, yaitu kuil kecil yang ditandu, ada empat mikoshi yang dibawa, ada satu tim anak-anak kecil, ada satu tim perempuan dan dua tim laki-laki. Untuk yang tim perempuan dan laki-laki di atasnya ada orang yang berdiri perannya untuk memberi semangat orang-orang dibawah yang memikul (padahal mah malah nambah-nambahin berat doang, pfft). Gue sama Lina selain suka liatin anak-anak kecilnya tentu aja lebih fokus sama tim paling belakang yang isinya laki-laki Jepang semua, apalagi yang berdiri di atas buat nyemangatin itu pasangan kakek-kakek dan kakak ikimen, terus auto fokus sama orang Jepang yang cuma pake mawashi (kayak cawat sumo), eh, bukan! Maksudnya kakak yang berdiri di atas yang kasih semangat itu, huahaha. Gue sama Lina sampai ngikutin paradenya sampai habis, tapi ngelawan arah, habis mereka lewat kita buru-buru pindah ke jalan yang nanti bakal mereka lewatin biar dapet tempat di depan dan puas lihatkakak yang ngasih semangat parade.
Sungguh suatu usaha yang niat.
cuma dapet tampak belakang, hehe |
Satu lagi parade yang akhirnya bisa puas gue nontonnya, parade Mikoshi, yaitu kuil kecil yang ditandu, ada empat mikoshi yang dibawa, ada satu tim anak-anak kecil, ada satu tim perempuan dan dua tim laki-laki. Untuk yang tim perempuan dan laki-laki di atasnya ada orang yang berdiri perannya untuk memberi semangat orang-orang dibawah yang memikul (padahal mah malah nambah-nambahin berat doang, pfft). Gue sama Lina selain suka liatin anak-anak kecilnya tentu aja lebih fokus sama tim paling belakang yang isinya laki-laki Jepang semua, apalagi yang berdiri di atas buat nyemangatin itu pasangan kakek-kakek dan kakak ikimen, terus auto fokus sama orang Jepang yang cuma pake mawashi (kayak cawat sumo), eh, bukan! Maksudnya kakak yang berdiri di atas yang kasih semangat itu, huahaha. Gue sama Lina sampai ngikutin paradenya sampai habis, tapi ngelawan arah, habis mereka lewat kita buru-buru pindah ke jalan yang nanti bakal mereka lewatin biar dapet tempat di depan dan puas lihat
Sungguh suatu usaha yang niat.
sepatu yang mereka pake unik banget, made in Japan. Soalnya di Cibaduyut gak ada. |
Cukup bersih lingkungan sekitar event. Terima kasih kakak-kakak dari Jakarta Osoji Club yang sudah sukarela mungutin sampah yang masih tercecer. |
Ito Keisuke main shamisen |
Di stand kopi, "Silakan kopinya sepuluh ribu dapet dua!"
Disahutin sama stand permen, "Mending permennya kak, sepuluh ribu gak cuma dapet dua tapi dapet lima puluh, ayo, hanya di sini!"
Disahutin lagi, "Kopi aja kak, ya, yang haus minum kopi aja, sepuluh ribu dua!"
Haha, boleh juga battle promosinya.
Seperti itulah suasana Ennichisai yang gue rasakan, seru! Festival ini juga spesial buat gue sama seperti persahabatan Indonesia-Jepang yang harmonis selama 60 tahun ini, buat gue Ennichisai juga menjadi wujud persahabatan gue dengan Lina, karena pertama kali kita ketemu dan hang out bareng ya pas mau ke event Ennichisai. Waktu itu Ennichisai tahun 2013, dengan pe-denya gue minta bareng pergi ke event lewat twitter. Memang belum selama Indonesia-Jepang, tapi nyatanya udah banyak momen bareng yang kita buat, dari pergi ke event Jejepangan maupun event lainnya bareng, fangirling cosplayer ikimen bareng, cosplay bareng, nonton konser Taylor Swift bareng, nonton film gratisan bareng, sampai traveling bareng. Beberapa hal yang pertama kali gue lakukan ya sama Lina, pertama kali cosplay, pertama kali nonton konser musik live, juga pertama kali ke event western yang keren banget.
There was alot awesome moment with you!
Sebagai kenang-kenangan, Ennichisai tahun ini foto di photobooth polaroid Fuji, tadinya mau foto di mesin purikura, tapi lumayan ya mahal, nanti aja kita foto di purikura kalo pas main ke Tokyo.
There was alot awesome moment with you!
Sebagai kenang-kenangan, Ennichisai tahun ini foto di photobooth polaroid Fuji, tadinya mau foto di mesin purikura, tapi lumayan ya mahal, nanti aja kita foto di purikura kalo pas main ke Tokyo.
Itu gak dibales lagi ama tukang jual permennya? "Beli permen aja, ada yg rasa kopi, tapi kopinya gada yg rasa permen."
BalasHapusLiputan ennichisainya gada tentang yg cosplay2an atau poto bareng cosplayer lagi.. Beneran sudah meninggalkan dunia kosplay... :D pembahasan tentang rasa taiyaki dan natchanya juha gak ada... Fokus banget ama paradenya yak...
Kayaknya sih mereka tetep sahut-sahutan sampe eventnya selesai, xD
HapusYa karena emang cuma menikmati paradenya xD
Kopi disana harganya sama aja ya kaya disini :D
BalasHapus"di sini" mana, mbak? :D
Hapuskalo masih satu kecamatan biasanya harga sama rata, hahaha
eventnya amaze... berasa bener-bener lagi di Jepang. ehehe
BalasHapusiya, the power of euforia matsuri xD
Hapus