Cangkir yang Dingin
Biarkan aku duduk bersandar menyesap teh panas
Tanpa gula maka tak perlu sebuah pengaduk
Dengan begitu teh hijau tepat dengan rasa pahitnya
Tak perlu berpikir amati saja asap tipisnya
Aku sedang tidak ingin berpikir
Aku amati asap tipis yang keluar dari cangkir
Jangan buat aku memikirkannya
Bagaimana warna air yang perlahan menjadi hijau
Warna hijau ringan yang perlahan menjadi coklat keemasan
Sungguh aku tidak ingin berpikir
Aku amati daun teh yang mengambang dan yang tenggelam
Jangan buat aku memikirkannya
Bagaimana menentukan daun mana yang tenggelam
Dan daun mana yang mengapung di permukaan
Aku tidak ingin memikirkan
Berapa orang yang peduli dengan daun yang tenggelam
Dan berapa orang yang peduli dengan daun yang mengambang
Aku teguk habis teh dalam cangkir
Cangkir masih hangat
Aku letakkan cangkir terbalik di lantai
Aku tidak memikirkannya
Aku tidak berpikir
Maka aku menghilang
Bersama dengan cangkir yang telah dingin
Kubiarkan diriku terurai dalam panas
BalasHapusTerarus gerak air yg menggerogoti tubuh
Dibiarkan tersiksa sendiri tapa ditemani gula
Namun kutahan karena berharap
Kau perhatikan dan kau pikirkan
Melalui kepulan aroma kucoba menyergap
Segala gundahmu agar terlahap
Namun kau tidak terkesiap
Kuubah warna air ini untuk minta tatap
Berharap juga jari2mu akan mendekap
Namun lagi2 kau malah mengharap senyap
Aku bergerak meneggelamkan diri
Agar mendadak kau amati
Aku mengapungkan badan
Agar kau memberi tatapan
tetap saja kau terlihat sedu sedan
entah apa yg kau inginkan
aku yg berada di depan
tapi pandang kau sembunyikan
sepertinya juga tak sampai kau pikirkan
sampai semua badan, aroma dna leburan ini hilang
bahkan sampai penampungku kau tebalikkan
tak jua kau mau memedulikan
tak cukupkah aku untuk menghapus atau mencipta kenangan?
ini teh jadi lebih bagus puisi yang di komentar daripada postingannya, minder euy ..
HapusTapi, sebagus apapun puisi di komentarnya, tetap gak bakal berarti kalo nggak baca puisi di postingannya. ini puisi yg ketergantungan.
Hapus