4 Film Korea Tentang Sejarah dan Perjuangan
Sebagai pemudi penerus bangsa, mungkin gue akan dicap tidak nasionalis karena di dekat-dekat hari pahlawan nasional bukannya mengenang dan menghayati jasa para pahlawan bangsa malah membahas film-film Korea, dianggap tidak menghargai film-film karya anak bangsa karena lebih memilih film-film import. Biarlah, bukan masalah untuk diperdebatkan hanya tentang perspektif.
Tapi mempelajari sejarah bangsa lain melalui film bisa dijadikan referensi juga untuk lebih mengenal sejarah bangsa kita, atau setidaknya bisa mengingatkan kepada perjuangan bangsa kita di masa penjajahan dahulu. Seperti halnya yang dilakukan Soe Hok Gie, selain hobi naik gunung dirinya juga hobi menonton film-film luar tentang cinta, perang dan perjuangan rakyat yang mungkin saja digunakannya sebagai inspirasi untuk mengkritik pemerintahan yang bobrok di masa itu.
Nah, berikut beberapa film sejarah yang bisa kita pahami kesedihannya karena baik bangsa Indonesia dan bangsa Korea sama-sama pernah berjuang di bawah penjajahan Jepang.
The Age of Shadows (2016)
Menyorot dilema orang Korea yang bekerja untuk Jepang. Lee Jung Chool sebagai inspektur polisi ditugaskan untuk menggagalkan aksi dari kelompok pejuang kemerdekaan. Strateginya mendekati tangan kanan pemimpin kelompok pejuang kemerdekaan, Kim Woo Jin untuk memanfaatkannya dan pura-pura menjalin persahabatan, malah berakhir jadi simpati. Karakter Hashimoto yang terobsesi menangkap Woo Jin sangat menyebalkan tapi membuat film makin seru.
Jujur aja, gue nonton ini karena ada Gong Yoo, alurnya sedikit lambat, tapi scene terbaik adalah penyamaran di dalam kereta dan adegan aksi ketika tiga tokoh sentral Jung Chool, Woo Jin dan Hashimoto berada dalam satu frame, setelahnya jadi lebih menikmati filmnya sampai habis. Gaya busana yang bersetting pada tahun 20an juga menjadi hiburan tersendiri buat gue.
Dongju: The Portrait of a Poet (2016)
Film biografi yang disajikan hitam-putih dan berdasarkan dari kisah nyata ini menceritakan seorang penyair yang ditangkap karena puisi-puisinya yang dianggap subversif. Kisahnya diceritakan secara kilas balik, mulai dari Dong-ju yang sedang diiterogasi oleh polisi, tentang hubungannya dengan Mong-gyu, seorang pemberontak yang telah lebih dulu ditangkap. Sebenarnya Dong-ju tidak terlibat dengan pemberontakan apapun, namun karena puisi-puisinya yang berhasil dipublikasikan dengan bantuan Kumi terinspirasi dari ide-ide Mong-gyu tentang perjuangan, maka Dong-ju dianggap terlibat dalam pemberontakan juga.
Agak bosan nonton film ini, tapi jadi mengingatkan gue dengan film "Istirahatlah Kata-Kata" di mana sebuah pemerintahan yang takut dengan kata-kata dari seorang penyair.
Anarchist from The Colony (2017)
Film biografi tentang Park Yeol, seorang aktivis Korea yang memiliki kekasih seorang anarkis nihilis Jepang, Fumiko Kaneko. Kemudian mereka bersama dengan teman-teman Korea lainnya membentuk sebuah kelompok dan merencanakan sebuah gerakan kiri anarkis lewat semacam revolusi. Sebagian besar film ini menceritakan hari-hari Park Yeol dan Fumiko Kaneko di penjara, tapi jauh dari kesan suram, gue malah ngakak sepanjang film, kekonyolan duo anarkis eksentrik ini benar-benar menghidupkan filmnya, juga sinematografinya yang ciamik. Menyenangkan sekali melihat Choi Hee Seo memainkan Fumiko Kaneko. Film ini jadi film biografi favorit gue setelah "Gie".
The Battleship Island (2017)
Kisah berlatar di pulau Hashima, Jepang, ratusan orang-orang Korea di jebak untuk pergi ke Jepang dan dipaksa untuk bekerja di pulau yang bentuknya seperti kapal perang, yang wanita dan anak-anak dijadikan penghibur dan yang laki-laki dipaksa untuk bekerja di tambang batu bara. Ini adalah film terbengis yang gue tonton, kekejaman Jepang terhadap orang-orang Korea di gambarkan dengan amat sialan di film ini. Nonton film ini rasanya melelahkan sekali, sepanjang film menampilkan adegan kekerasan yang sungguh gak manusiawi, hampir gak ada jeda untuk bernapas. Satu-satunya yang bisa gue nikmati dari film ini adalah duo ayah dan anak, Lee Kang-ok dan So-hee yang lucu, manis dan berhasil bikin gue meneteskan air mata di akhir cerita.
Menonton film-film Korea itu mengingatkan gue dengan penderitaan-penderitaan yang juga dialami bangsa Indonesia di masa penjajahan, sangat bersyukur karena hidup di masa negara ini sudah merdeka, juga sangat berterima kasih kepada para pahlawan yang sudah berjuang untuk kemerdekaan negara ini.
Terus gue jadi bertanya-tanya kenapa Korea Selatan lihai sekali membuat film sejarah menjadi menarik untuk ditonton? Dan apakah jika Jepang tidak kalah perang Indonesia dan Korea tetap bisa merdeka?
Tontonanmu, Wi... ... ...
BalasHapusSatu pun belom pernah ada yg kutonton. Kayaknya berat. Emang gaterlalu suka nonton film biografi atau sejarah sih. Lebih suka baca bukunya klo ttg kayak gitu. Film yg bikin tertarik itu, kamen rider. Tontonan sepanjang masa.
Oh iya... walo jepang gak kalah, tetep bakal merdeka kok. Indonesia misalnya itu udah menandatangani perjanjian kemerdekaannya dgn jepang makanya dibentik doburitsu junbi inkai dan doburitsu junbi chosakai yaitu badan persiapan kemerdekaan indonesia, BPUPKI klo nama badannya.
Tapi para pemuda tidka setuju dgn kemerdekaan yg seperti itu. Mereka gak mau dapay kemerdekaan yg dikasi. Makanya terjadilah peristiwa rengasdengklok. Kebetulannya, jepang malah kalah ama sekutu. Dan indonesia mengambil kesempatan itu untuk menyatakan kemerdekaan. Yaaa.. klo secara logika, merdekanya gak diperjuang2kan amat yak... ngambil kesempatan doang. Tapi luar biasanya, selama ratusan tahun, bisa terus2an membuat perlawanan pada penjajah sehingga tidak semua wilayah bisa dikuasai.
Ini aku nyeritain apaan dah.. org lagi ngomongin pilem..
Aku suka liat pakaiannya dan setting tempat yang jadul-jadul gitu, terus bahasanya yang korea campur Jepang, seru ajah.
HapusIya iya Kamen rider untuk selamanya..
Terima kasih, kak, buat penjelasan singkatnya, jadi melengkapi postingan ini, sejarah Korea-Jepang-Indonesia.
Memang keren perjuangannya untuk terus melawan, life for rebel! Yeah!!!