Jejak [6]



Cerita sebelumnya ...


“Eh, mbak! kamu itu gila apa mabok? Sidang penting gitu malah lawak. Udahlah lakuin apa yang saya saranin aja. Menyerah!” Omel Pras yang sudah sangat kesal dengan Alia.

“Gue bener-bener ada bukti rekaman malam itu. Gue gak sengaja merekam kejadian itu dengan kamera gue.”

“Rekaman Dora?”

“Ada yang sabotase bukti gue. Dan lo itu cuma salah paham, mending lo diem aja kalo gak punya bukti yang pasti dan jangan nambahin masalah ke gue.” Setelah menyelesaikan kalimatnya Alia langsung pergi meninggalkan Pras.

“Pras!”

“Eh, Fat. Loh, kok, ada di sini?

“Iya aku kuatir sama kamu. Ngapain sih, Pras, ikut campur masalah ini? Aku tadi lihat persidangannya kacau banget, kamu lagi gak punya bukti apa-apa. Itu juga apa-apaan video kartun.”

“Ini soal kebenaran yang harus diungkap, Fat. Kalo kita punya rasa kemanusiaan kita gak bisa diem aja sementara kita tau kebenarannya. Iya, orang itu … gemblung tenan!”

Alia berjalan dengan rasa malu, kesal dan marah juga takut, pikirannya penuh sesak. Ia memikirkan siapa orang yang menukar bukti CD rekaman kejadian itu, apakah orang yang sama yang menerornya waktu itu, apakah orang itu adalah orang yang ternyata berada di dekatnya selama ini. Sesaat Alia mencurigai Pras namun, ia pikir rasanya tidak mungkin. Baginya Pras hanya orang gila yang kebetulan melihat dia malam itu dan salah paham menuduhnya sebagai pelaku. Lalu kecurigaanya mengarah pada Dani dan Brigitta, di saat kalut seperti ini ia sudah tidak bisa lagi percaya pada siapa pun. Smartphonenya bergetar, Alia mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal dan ia segera membacanya.

Lebih baik kamu diam dan jangan lagi ikut campur, atau kamu ingin seseorang membuatmu diam.

Alia menghampiri Dani dan Brigitta yang sedang menunggunya di dekat mobil yang terparkir. “Siapa diantara kalian yang menyimpan bukti rekaman gue?!”

“Alia …” Brigitta menatapnya tak percaya dicurigai.

Alia merasa sangat lelah, ia duduk tersandar ke mobil dan mulai menangis, “Gue … gue gak tau harus apa lagi, gue takut … hidup gue bener-bener udah gak aman. Gue cuma mau kasus ini cepat selesai, gue gak mau dibayangin rasa takut dan bersalah, gue mau hidup gue tenang lagi.”
Brigitta memeluk Alia berusaha menenangkannya, membantunya masuk ke mobil lalu Dani mengantarakan Alia dan Brigitta pulang.

Malamnya Alia tidak bisa tidur, di dalam kepalanya terlalu sibuk memikirkan kasus pembunuhan yang ia saksikan secara tidak sengaja, memikirkan kemana perginya bukti rekaman, siapa yang menukar bukti rekamannya dan siapa sebenarnya pembunuh yang terus menerornya itu. Pikiran-pikiran itu terus berputar di dalam kepalanya tanpa ada jalan keluar yang terpikir olehnya. Keesokan harinya pun, Alia masih terbaring di kasurnya dengan perasaan takut, kesal dan marah, tak ada yang Alia lakukan hari itu selain meratapi hidupnya yang kacau. Sebelumnya ia telah meminta cuti tiga hari untuk menenangkan diri, Dani sebagai atasan yang tahu betul kondisi Alia kemudian memaklumi dan menyetujui permintaan cutinya.

Malamnya Alia pergi keluar. Sekedar berjalan-jalan tak tentu arah menghirup udara segar dan mengalihkan pikirannya. Mencoba untuk mengosongkan pikirannya, ia berjalan dan terus berjalan, terus berjalan hingga berhenti di depan sebuah kedai.

“Oh, ini kedai piza yang biasa Dani pesan piza.” Kata Alia kepada dirinya sendiri melihat papan nama kedai “Pop Pizza”.

Alia pun memutuskan untuk masuk ke kedai piza itu untuk beristirahat dan mengisi perut, “Selamat datang. Silakan pesan di sini.” Kata seorang pegawai menyambut kedatangan Alia.

“Selamat malam. Mau makan di sini atau take away, mbak?”

Sejenak Alia melihat sekeliling, lumayan lagi sepi, batinnya. “Makan di sini aja, mbak.” Jawab Alia tersenyum.

“Baik. Mau pesan apa?”

“Umm … yang chicken mushroom aja, extra cheese, ya.”

Chicken mushroom with extra cheese. Small, medium atau large?”

Small.”

“Untuk minumnya, mbak?”

Ice lemon squash.”

“Baik. Saya ulang pesanannya, ya. Untuk makan di sini, ya. One small chicken mushroom pizza with extra cheese, one ice lemon squash. Ada tambahan lagi?”

“Gak, itu aja.”

“Baik. Totalnya jadi Rp 81.000-,”

Ketika Alia sedang menunggu transaksinya selesai, ia dikejutkan oleh sosok orang yang akan masuk ke kedai dan mengumpat dalam hatinya. Shit! Itu orang gila kerja di sini?!  Alia segera membelakangi pintu masuk dan menggunakan syal rajutnya untuk menutupi kepala, hidung dan mulutnya.

“Umm, mbak saya gak jadi makan di sini, tiba-tiba gak enak badan gini, uhuk … uhuk. Tolong dibungkus aja, ya, mbak.” Kata Alia setengah berbisik.

“Oh, iya, mbak. Ditunggu sebentar, ya.” Alia mengangguk kemudian tetap menunduk seraya Pras yang tidak menyadari bahwa itu adalah Alia kemudian melewatinya dan terus masuk ke dalam. Sesaat Alia bisa lega.

Setelah mendapatkan pesanannya Alia langsung pergi dari kedai itu, menghentikan taxi dan lekas masuk ke dalamnya.

“Selamat malam, mau ke mana, mbak?”

“Hmm … ke mana, ya? Tapi gue belom mau balik ke apartemen.” Kata Alia seperti kepada dirinya sendiri.

“Terus ini mau ke mana, mbak?”

“Umm … umm … ke jalan Dharmawangsa aja, deh, pak.”

“Baik, mbak.”

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan apapun antara Alia dengan supir taxi, keributan percakapan itu hanya ada di kepala Alia yang masih tidak percaya barusan ia bisa bertemu dengan Pras.

“Haaah … orang lagi cuti, kenapa juga gue malah ke kantor? Ah, ya udahlah … masih ada orang gak, ya?” kemudian Alia masuk ke kantor.

Kayaknya Dani belum pulang, pikir Alia ketika sudah di dalam. Suasana kantor sudah sepi, sudah tidak terlihat karyawan yang sedang bekerja di mejanya, namun masih terdengar suara beberapa orang di ruang rapat. Oh, lagi pada rapat, batin Alia.

Ketika Alia berdiri di dekat meja Dani, ia melihat sesuatu yang sepertinya ia kenali di dalam totebag yang diletakkan di bawah. Alia kemudian merunduk untuk mengambil beda itu dan sangat terkejut, itu adalah CD bukti rekaman pembunuhan yang Alia rekam, ia yakin karena jelas ada tanda tangannya kecil di ujung CD itu. Alia masih bingung dengan keadaannnya saat itu dan kehilangan keseimbangan, tubuhnya jatuh terduduk dan mendorong kursi yang kemudian membentur meja sehingga mengeluarkan suara berisik. Seseorang keluar dari ruang rapat untuk melihat apa yang membuat suara berisik tadi, Alia masih duduk di bawah sehingga tidak terlihat dari arah ruang rapat, masih memegang CD rekaman dan menutupi mulutnya dengan tangannya. Kemudian Alia memutuskan untuk kabur.

“Alia?!” panggil seseorang sesaat sebelum Alia melewati pintu keluar. Alia terus berlari kemudian memberhentikan taxi, ia langsung masuk ke dalam taxi dan secepatnya menuju apartemennya.

Di kamarnya pikiran Alia semakin tidak karuan, ada banyak pertanyaan yang muncul. Ia terus memikirkan apa yang baru saja terjadi sambil menatap CD rekaman ditangannya. Kemudian Alia memutuskan untuk segera menyerah CD rekaman itu ke polisi secepatnya. Malam itu juga setelah beberapa lama ia meyakinkan dirinya sendiri, ia langsung pergi menuju kantor polisi. Kali ini tidak ada lagi keraguan dalam diri Alia, tidak ada lagi ketakutan dalam hatinya, dengan mengenakan jaket yang tudungnya menutupi kepalanya guna menghalau gerimis ringan yang turun, ia melangkah dengan pasti menuju kantor polisi. Agak jauh dibelakangnya sebuah mobil yang dari tadi parkir di dekat apartemennya mulai berjalan, dan semakin mendekati Alia.

“Pras! Pras! Mana si Pras? Belum balik?” teriak Fathur mencari Pras dan kemudian bertanya kepada ucup.

“Lagi nganter pesanan, mas. Tadi udah balik, terus pergi lagi anter pesanan.” Jawab Ucup, Fathur hanya merespon dengan anggukan dan kembali masuk ke dalam.

***

Pras memacu motornya menyusuri jalanan yang basah karena gerimis dengan kecepatan pelan sambil pikirannya melayang-layang. Pikirannya kembali ke belasan tahun lalu ketika kakeknya meninggal, ia masih belum rela pembunuh yang membunuh kakeknya bisa bebas dari tuntutan pidana. Dan sekarang ia juga tidak rela perempuan yang diduganya sebagai pembunuh masih bebas berkeliaran. Kemudian Pras menangkap gelagat aneh dari mobil yang ada di seberang jalan, sesaat instingnya mengatakan bahwa mobil itu sedang mengincar orang di depannya. Spontan Pras membunyikan klakson keras-keras demi menarik perhatian orang di depan mobil itu agar bisa memperingatkannya.


Belom sempat orang itu menoleh ke arah suara klakson motor Pras, mobil di belakangnya langsung mempercepat lajunya dan menyerempet orang di depannya. Pras yang menyaksikan kejadian itu langsung membelokkan tajam motornya tanpa memedulikan kendaraan di belakannya yang langsung riuh membunyikan klakson, Pras menuju orang yang sudah terbaring di pinggir jalan sambil terus memperhatikan mobil yang menabraknya dan kabur, mengingat-ingat nomer polisinya. Betapa terkejutnya Pras melihat orang yang terbaring di pinggir jalan itu.


Bersambung.

Jejak 7

Komentar