Ruang Kosong di antara Dus-Dus yang Masih Menumpuk
Kubiarkan diriku rileks duduk di antara dus-dus yang saling
bertumpuk, di ruangan yang mulai tampak sepi dan udara yang terasa kosong. Kupikir
kehidupan nomaden ini sudah berakhir, lupa bahwa manusia adalah makhluk yang
harus terus bergerak. Rasanya sudah ratusan kali barang-barang ini kutata sendiri
dalam dus-dus besar, sudah berjam-jam kuhabiskan. Rupanya aku tak pandai menata
barang, kiranya kau mau membantuku?
Mungkin kalau kita menata barang-barang ini ke dalam dus-dus
besar bersama, kau akan bekerja lebih keras, karena kau tau, aku yang tak bisa melakukan
ini dan itu dengan benar. Tapi akan kupilih barang-barang yang penting saja,
aku sudah berhenti menjadi si penimbun, sudah banyak barang-barang yang kubuang
lho, aku ingin mulai hidup minimalis saja.
Memandangi dus-dus penuh kenangan ini senyumku mengembang,
ada rasa hangat di dalam dadaku. Selama ini kita bergerak dan terus bergerak
menciptakan pertemuan-pertemuan yang romantis, meninggalkan kenangan-kenangan getir
dan manis. Apa kau pernah merasa menyesal sudah bergerak jauh menemukanku dan
pada akhirnya kau terus bergerak tanpa diriku? Apa kau pernah berpikir jauh
lebih baik bergerak ke arah yang berbeda sehingga tak tercipta
pertemuan-pertemuan itu? Apa kini kau menyesal? Apakah arah kita tak bisa sama?
Apakah itu tentang ego kita?
Memikirkannya membuatku tertawa, apa pun itu semua hanyalah
alasan. Kita terus membuat alasan-alasan hingga kita berhenti bergerak. Hingga
kita berhenti menghirup udara.
Aku menerka-nerka, harus ke arah mana aku bergerak, apa aku
mulai menuju ke arahmu saja? Atau kau ada rencana lain menuju arah yang lebih
jauh? Atau kuikuti arah angin saja, ya, ke lembah-lembah gunung dan berusaha
menggapai puncak-puncaknya. Jika saja ada satu titik untuk kita kembali,
seperti titik nol kilometer dan kita buat sebuah tugu sebagai penandanya, dan
semua tidak akan menjadi masalah juga tidak akan ada pertanyaan-pertanyaan itu,
kita bisa pergi ke arah mana pun yang kita mau dan sejauh apa pun yang kita
bisa, karena nantinya kita akan kembali pada titik yang sama.
Kini kupandangi tiket di tanganku, dan mulai merancang berbagai
rencana, membuat skenario paling absurd yang bisa terpikirkan olehku. Ah, aku
teringat dialog di film Asahinagu
yang baru semalam selesai kutonton, kata-kata yang diucapkan Maharu kepada Asahi, “Jika kau ingin menjadi lebih kuat, kau
harus melakukan hal-hal gila. Seorang perempuan harus berani.” Sebuah saran
yang bagus, mungkin akan kuikuti, mengingat hal-hal gila yang pernah kulakukan
dulu, akan kupikirkan hal-hal gila lainnya. Aku akan menjadi kuat dan tidak
akan menjadi beban orang-orang terdekat. Bagaimana dengan dirimu? Apa
rencanamu?
Sudah saatnya aku bergerak lagi, memindahkan dus-dus ini ke
tempat yang baru, tempat yang baru tapi tidak terasa asing. Apa sebaiknya
barang-barang ini tetap di dalam dus saja, ya, jadi aku tidak perlu menatanya
lagi nanti, kehidupan nomadenku masih belum berakhir. Bagaimana menurutmu?
Oh, kecuali jika selanjutnya kau akan membantuku, rasanya
akan kukeluarkan saja dari dus dan menatanya di lemari.
Umm, kupikir aku membutuhkan beberapa lemari baru … Ah,
sudahlah, dus-dus ini saja masih menumpuk di ruangan yang setengah penuh. Minggu
depan aku akan pergi, kamu rindukan aku sesempatmu saja.
Terus saja bergerak, terus saja berpindah, selama koordinatmu masih terus kau kirim semesta. Karena entah diketahui atau tidak, perlahan, di sana ada seseorang yang bergerak dan mencoba berpindah dan berusaha terus mendekat ke arahmu. Tak peduli nantinya dia akan sampai ke kamu atau sampai ke kardus2 yg berisi barang2mu. Sambil memberi saran dan menggerutu:
BalasHapus"Ahelah. Yang ini dikasi ke kamar sebelah aja. Gak muat ini."
udah tinggal sedikit kok barang-barangnya ._.
HapusLama gak nongkrong di sini, Nanoki udah jadi novelist, yaa
BalasHapusxD
Jiah... masih jauuuhh..
HapusMantaplah dusnya,, udah lama juga saya gak mampir disini untuk berkomentar hehe
BalasHapusYang mantap itu mancing mania.
HapusSelamat datang kembali kalo gitu :D