Menikmati Santai


Sifat cuek membuat saya jarang memperhatikan orang saat sedang berjalan. Tapi kali ini berbeda, pagi itu saya berjalan cepat melewati parkiran menuju kantin. Langkah kaki didorong oleh rasa lapar di perut, tapi semua fokus menuju kantin dialihkan oleh sesosok perempuan yang lagi duduk sendirian. Perempuan itu saya kira berumur 25 atau lebih, duduk bersandar dengan menekuk lutut ke atas, mengenakan baju tanpa lengan, tangan kanannya memainkan gawai sedang di jari-jari tangan kirinya terselip rokok. Saya memperhatikan sambil melambatkan langkah sedikit terpukau tapi bukan pada parasnya melainkan pada apa yang dilakukannya, dia menghisap rokok dan menghembuskan asapnya sambil ibu jari tangan kanannya mengusap-usap layar gawai terlihat sangat menikmati, sangat santai, sangat bebas, sangat damai. Saya tertegun dan membatin “Pagimu mbaaakk … bisa sedamai itu!” 

Langkah kaki saya sudah pada kecepatan semula dan sosok perempuan itu terus berbayang-bayang, kapan terakhir kali saya merasa sesantai dan sedamai itu?

Sudah dua minggu semenjak pagi saat saya memperhatikan perempuan itu dan masih juga terbayang, maka saya coba mengikutinya, bukan ikut merokok tentu saja tapi mengikuti untuk bersantai. Saya duduk di kasur bersandar pada dinding mencari-cari posisi yang nyaman dengan memanfaatkan bantal dan guling, memasang earphone yang terhubung pada gawai dan memutar melodi tanpa lirik, lalu mulai membaca buku dengan ketebalan 372 halaman. Setelah beberapa bab terlewat, saya mengingat perempuan itu lagi, akhirnya bisa saya nikmati lagi saat-saat tanpa beban apapun, terasa sangat santai, sangat bebas, sangat damai. Mungkin inilah definisi bersantai.



Komentar

  1. Hmmm... sepertinya harus mulai membiasakan melambatkan kecepatan kaki agar bisa lebih santai entar. ok baiklah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang penting, sih, menyamakan langkah dengan orang disampingnya ... kalo ada.

      Hapus

Posting Komentar