#ChitChatNN: Hidup Damai Tanpa Orang Rese
source |
Akhir-akhir ini jadi sering dengar atau baca orang-orang
membahas toxic people, meski sudah
sejak dahulu kala orang-orang toxic
ini ada and maybe we used to call it
“orang rese”. Entah saya kurang peka atau gimana tapi sejauh ini saya gak
terlalu merasa terganggu dengan keberadaan orang-orang rese di lingkungan terdekat atau karena saya seenggak begitu pedulinya, entahlah.
Jadi saya pikir mau menulis tentang ini agaknya kurang
referensi tapi setelah membaca tulisan Nika saya jadi tersadar, ternyata saya
juga pernah merasa sangat terganggu dan kesal berhadapan dengan orang rese seperti itu. Dulu, sih, ketika saya
SMP, teman yang tadinya saya anggap sahabat (yang mana itu adalah mitos belaka)
dengan entengnya membicarakan curhatan saya sama teman-teman kelas dan berakhir
jadi bahan candaan. Kemudian efeknya saya jadi orang tertutup, pendiam, lose faith in the name of sahabat
sampai sekarang. Sungguh rese dan menyebalkan itu orang.
Kemarin juga ada yang cerita udah uninstal twitter untuk sementara karena males liat postingan
orang-orang dan memang akhir-akhir ini postingan di sosial media makin bikin
jengah saja. Kita memang bisa bebas sebebas-bebasnya di sosial media, bebas
posting apa aja, bebas nulis apa aja, bebas nyindir siapa aja, bebas bikin
drama, bebaslah pokoknya. Tapi demi kesehatan mental kita juga punya pilihan
bebas untuk mute, hide, unfollow, block
akun siapapun atau bahkan uninstal
aplikasinya tanpa kita harus menjadi salah satu dari mereka (orang-orang rese).
Jangan merasa terbeban, tanyakan diri sendiri apa yang bikin bahagia,
orang-orang seperti apa yang bikin kita semangat, yang bikin kita senang, yang
bikin kita terinspirasi dengan hal-hal baik, orang-orang itulah yang pantas ada
di circle kita.
Pengaruh dari toxic
people ini sungguh mengerikan, ya, bisa bikin kita insecure, gak percaya diri, merusak ketenangan dan kebahagiaan. Setuju
sama Nika, solusi paling tepat adalah jauhi, abaikan, tinggalkan. Bodo amatlah
sama keberadaan orang-orang ini. Ngomong-ngomong tau kan, buku best seller yang judulnya Sebuah Seni
Untuk Bersikap Bodo Amat yang sampulnya warna oranye, kayaknya kita perlu baca
buku ini, deh. Kebetulan saya belum baca dan pengin baca, mungkin ada yang mau ngasih
atau minjemin? Hehe.
Terus hati-hati, ya, jangan biarkan kita menjadi racun untuk
orang-orang di sekitar kita. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kata-kata dan
keberadaan kita membuat orang lain patah semangat dan sedih, apakah kata-kata
pesimis dan negatif yang lebih sering kita keluarkan, apakah kita muak dengan
kebahagian orang lain. Kalau iya, segeralah mengisolasi diri ke planet mars, you're toxic.
Manusia diciptakan dengan isi kepala yang berbeda-beda dan
unik maka hargai perbedaan itu, misalnya sesederhana gak usah buang-buang
energi komentarin penampilan orang lain hanya karena bagimu itu terlihat aneh.
Rumusnya sederhana, kalau kamu suka penampilan orang itu silakan beri pujian
tapi kalau kamu gak suka penampilan orang itu cukup diam, simpan pikiranmu
sendiri dan jangan pernah keluarkan lewat kata-kata kecuali orang itu bertanya
dan minta kritik atau saran. Simpel, hemat energi, jangan jadi orang rese.
Karena kita berhak untuk hidup tenang dan bahagia dengan
cara kita masing-masing, jadi tajamkan insting untuk bisa mendeteksi keberadaan
orang-orang rese ini dan segera jauhi. Peka juga buat gak mencampuri urusan dan
merusak kebahagiaan orang lain, semoga kita bisa saling menjaga kebebasan dan
privasi masing-masing.
Sekian chit-chat tentang toxic people, di tulisan ini Nika juga berbagi langkah-langkah untuk melindungi diri dari orang-orang toxic, sila dibaca.
Ada cerita ttg kampung orang gila. Di mana ada dokter yg mau mengobati mereka semua. Di akhir, dokternya yg malah jadi gila. Mungkin sama saja dengan toxic tersebut, kata orang, hal tersebut menjadi salah (makin banyak yg toxic) karena org baik banyak yg diam. Padahal, mereka yg toxic adalah orang baik yg ketularan. Diam, menjauh dan membentuk kelompok yg tidak toxic bisa jadi salah satu jalan menjaga jumlah popolasi yg tidak tertular.
BalasHapusYa, karena sepertinya melelahkan sekali kalo harus berhadapan dengan orang yang toxic terus menerus dan lebih buruk lagi malah jadi ketularan.
HapusMenjauhi orang yang toxic sering diimbuhi dengan memutus silaturahmi. Dulu sempat ragu, tapi dapat jawaban yang bikin hati jadi mantap. Menjauhi orang yang toxic = menjauhi mudharat alias hal yg tidak bermanfaat. Jadi gapapa. Baik, malah.
BalasHapusNah, iya benar, kita harus meninggalkan yang tidak baik.
Hapus'social media seriously harms your mental health' its truu. Karena orang2 toxic seperti itu...
BalasHapus