Puncak Pangrango yang Masih di Angan


Di Kandang Badak sebelum perjalanan pulang, kami tertawa. Entah karena apa yang jelas kami tertawa bersama.

Pendakian di akhir pekan pertengahan September 2016, semua bermula di rumah Oping di daerah Jati Jajar, Depok. Jumat malam kami berdelapan, Saya, Nandar, Oping, Esa, Ratu, Wahyu, dan dua orang lagi saya lupa namanya (maaf) di teras rumah mempersiapkan pendakian dan beristirahat sejenak sebelum menuju Cibodas. Setelah bisa tidur sebentar sekitar pukul 2 dini hari kami berangkat, lima orang naik mobil tiga orang naik motor. Oping yang bertugas mengendarai mobilnya menuju Cibodas malah tidak tidur dengan cukup, sementara tiga orang lainnya di kursi belakang mobil duduk dengan sangat tenang dan tertidur selama perjalanan. Tentu saja saya termasuk yang tiga orang di kursi belakang. Entah Esa benar-benar menemani Oping atau malah tertidur juga.

Cibodas, ahh… saya merelakan diri mendaki lewat jalur Cibodas karena tujuannya puncak Pangrango, soalnya berat sekali memulai pendakian lewat jalur Cibodas ini, jalan berbatu berundak-undak itu sangat-sangat melelahkan. Di tengah perjalanan mendekati Kandang Badak Oping mulai drop dan kami istirahat beberapa kali.


Ratu, she’s fine lady represent her name in my first impression, pembawaannya yang tenang dan santai membuat saya membatin “wah, perempuan ini begitu nyaman dengan dirinya dan terlihat keren”.

Bagian yang saya suka setelah tiga tenda sudah berdiri kokoh di Kandang Badak, masak-masak dan makan. Bukan saya yang masak maka dari itu saya suka, karena tinggal makan. Esa cukup terampil memasak dan rasanya lumayan enak. Di tambah hukum ketika mendaki gunung yang makanan apapun akan terasa enak.



Malam itu saya tidur cukup lelap di tenda, tidak merasa dingin sampai terbangun pukul 4 dan gak bisa tidur lagi. Saya menyerah ketika membangunkan Nandar dan Oping untuk bersiap summit dan mereka malah semakin menenggelamkan diri dalam sleeping bag. Begitulah kami, tim mager muncak.

Ketika hari sudah terang kami mulai masak-masak lagi dan bersiap untuk perjalanan turun, sambil menunggu dua orang yang ternyata mereka naik ke puncak Pangrango.

Yah… saya relakan pendakian kali itu gak mencapai puncak Pangrango, saya relakan gak mencapai lembah Mandalawangi. Tapi saya sungguh ingin duduk-duduk santai dengan minuman hangat di lembah Mandalawangi.

Sebelum pulang kami melipir ke Curug Cibereum untuk beristirahat sebentar sambil melihat air jatuh. 






Dan begitulah pendakian berakhir meninggalkan puncak Pangrango yang masih di angan.


Komentar

  1. Masih ada kesempatan ke sana lagi, Ndhuk. Ketika waktunya, letakkan lembah mandalawangi itu 5cmdpl di depan kening, tidak menempel, biarkan mengambang...
    ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemudian hanyalah kaki yang akan melangkah lebih jauh, ya ...
      5cm banget, nih?

      Hapus
  2. Yah, cuman sampai Kandang Badak.. haha

    Saia juga belum pernah ke Pangrango.. Dulu sempet mau ke Pangrango sorenya, tapi malah hujan..
    Yausdah ke Puncak Gede aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akan ada saatnya kok nanti bisa sampai sana.
      Mendaki Gede Pangrango gak afdol kalo gak kehujanan, sih, pasti dan selalu kena hujan.

      Hapus

Posting Komentar