Dari Matsuri ke Circle Blogger

Tidak biasanya mbak Ika mengajak ke acara festival Jepang untuk berkumpul, padahal saya menunggu undangan barbeque party sambil panen jambu air di halaman rumahnya seperti tahun lalu.

Malam sebelumnya saya dapat pesan suara yang sangat menggemaskan dari mbak Ika, tentu saja bukan suara mbak Ika yang menggemaskan melainkan suara anaknya. Nggak terlalu jelas artikulasinya tapi saya mencoba mengerti, kurang lebih ini yang bisa saya tangkap:

Pesan pertama  : Tante Dwi mana ? Tante Uwi mana?
Pesan kedua      : Tante Dwi azklsfhjbn ... Tante Dwi gipain?
Pesan ketiga      : umm... cskbnzfgklrtsyiwq jalan-jalan ya
Pesan keempat : Besok jalan-jalan ya
Pesan kelima     : Besok jajan ya
Pesan keenam   : ansjklfhgytwqixczsj ikut ya, Ama ikut

Dan saya hanya membalas "Iya.. iya.." sambil ketawa gemas.

Besoknya jam 10 pagi saya menuju stasiun Sudirman untuk menjemput mbak Ika, anaknya, mbak Yuli dan adiknya. Lalu kami langsung menuju acara Jak Japan Matsuri di GBK Senayan dengan menaiki Transjakarta. Saya merasakan aura kecemasan dari mereka, sepertinya mereka cemas akan saya bawa nyasar lagi kali itu, mengingat beberapa tahun yang lalu pernah kelewatan turun angkot di Depok, hehe. Saya meyakinkan kalau saya sudah hafal rute di daerah Senayan, sambil mengintip aplikasi Trafi memastikan tidak salah arah. Saya yakin tidak salah karena masih pagi, kalau sudah malam berdoa saja semoga tidak sedang apes.

Panas sekali cuaca di GBK siang itu membuat si kecil Najma lelah dan beberapa kali minta gendong tapi tidak kunjung digendong oleh maminya, “nanti ya, 5 menit lagi,” begitu alasannya. Meski akhirnya digendong juga selama berkeliling di festival sampai mbak Ika mengeluh “Ampun dah, pegel gendong Najma. Gimana mau naik gunung bawa Najma?” Saya dan mbak Yuli bertatapan, sepertinya kami yang akan kebagian shift menggendong Najma kalau naik gunung.

Ada yang lucu ketika kami berteduh untuk istirahat dan makan, Najma yang ditinggal maminya membeli makanan memasang wajah waspada dan jutek, tidak mau duduk, juga tidak mau diberi makan. Seolah-olah sedang mengaplikasikan pesan maminya, jangan mau kalau diajak atau diberi makan sama orang asing. Tapi kami (saya dan mbak Yuli) kan, tidak termasuk orang asing, padahal kami sering ketemu kalau main kerumahnya. Ketika maminya datang barulah Najma mau duduk, mau saya suapin makanan, cerewet mengajak saya ngomong dan menunjukkan isi tasnya yang hanya ada roti isi selai kacang. Sungguh kecil-kecil tsundere.

Tsundere kesayangan kita
Selagi mereka beristirahat dan menunggu kak Epi, kak Atul dan kak Dita yang tak kunjung datang, saya mencari Aryo yang juga datang ke festival sendirian demi menonton JKT48. Saya mengajaknya untuk bergabung tapi sungkan karena nggak kenal dengan yang lain, lalu saya menemaninya antri untuk main di booth JICA sambil mendengarnya bercerita dulu pernah bekerja sama dengan JICA untuk membuat desain websitenya.


Sekilas info, JICA (Japan International Coorperation Agency) adalah lembaga pemerintahan Jepang yang membantu pembangunan negara-negara berkembang, yang pada tahun ini mereka terlibat beberapa proyek mulai dari pembangunan sistem pengolahan air limbah Jakarta, hingga revitalisasi provinsi Sulawesi Tenggara pasca gempa bumi dan tsunami. Selain itu JICA juga terlibat dalam pembiayaan proyek pembangunan MRT Jakarta. Kalau kata Aryo, “Baik banget ya, Jepang, mungkin merasa bersalah dulu udah menjajah.” Ahahaha.

Saya tidak terlalu memperhatikan acara yang ada di festival itu, hanya sekilas mendengar dari arah panggung sedang membicarakan permasalahan sampah yang makin hari kian mengkhawatirkan, ada booth yang membagikan botol minum gratis dalam rangka mengkampanyekan mengurangi sampah botol plastik sekali pakai, Jakarta Osoji Club yang masih berdedikasi menjaga kebersihan area festival, dan Charm yang selalu membagikan produk sampel terbarunya (kebetulan ini berguna sekali untuk saya). Tidak banyak cosplayer yang terlihat, mungkin banyak yang memilih ke acara Comifuro di Balai Kartini yang tempatnya lebih nyaman dan dingin. Dulu saya betah seharian di acara seperti ini, sekarang baru satu jam saja rasanya sudah jengah, mungkin sudah bosan. Saya juga nggak pernah bertemu teman-teman yang dulu sering ngumpul di acara semacam ini, mungkin mereka sudah merasa cukup dan bosan, seperti saya.

Jakarta Osoji Club
Akhirnya saya pamit ke Aryo untuk pulang duluan, saya nggak sanggup menemaninya sampai malam untuk nonton JKT48 karena sudah pusing berada di keramaian. Lalu saya kembali menemui Mbak Ika, dan ternyata yang ditunggu-tunggu (kak Epi, kak Atul, kak Dita) masih juga belum datang, yang katanya janjian jam 11 siang sampai jam setengah 4 sore belum juga terlihat bayangannya. Sungguhlah janjian sama kak Epi dan kak Atul harus super sabar. Yah, seperti yang mbak Ika bilang,

Ngaretnya gak ada obat.

Tadinya saya nggak mau menuliskan perihal ngaret ini demi menjaga nama baik mereka, tapi sesuai pesanan mbak Ika yang meminta saya untuk menuliskannya. Kebetulan saya juga suka menuliskan aib teman saya di blog ini, seperti cerita ada yang encok ketika sedang naik gunung, lucu sekali. Hahaha, omong kosong dengan menjaga nama baik mereka.

Lalu tepat ketika kami berfoto sesaat sebelum pulang di dekat pintu keluar, muncullah sosok kak Atul dan kak Dita yang sudah bersiap dengan sambutan tidak ramah dari mbak Ika. Ternyata masih berjodoh ketemu di saat-saat terakhir, tapi sayangnya kak Epi sedang sakit jadi nggak bisa ikut datang. Semoga selanjutnya bisa berkumpul lengkap semua dan waktunya banyak untuk saling membacakan kejelekan satu sama lain. Setelah ikut protes dengan keterlambatan mereka saya langsung pamit pergi duluan.

kiri ke kanan: KimGoEun, kak Atul, Mbak Ika, kak Dita, Najma, mbak Yuli, dan Difa

Ketika saya berencana untuk pulang duluan, tapi dipikir-pikir tanggung sekali untuk langsung pulang ke kos, maka saya menanyakan kak Haw apakah masih bersama teman-teman blogernya, ternyata masih. Maka ke sanalah tujuan saya berikutnya.

Motivasi saya menyusul mereka adalah ya kenapa tidak? Bertemu orang-orang baru selalu menyenangkan, maka begitulah saya berakhir sebagai orang asing yang ikut-ikutan duduk di pertemuan sore itu. Dan yang saya lakukan hanya mendengarkan lalu ikutan tertawa saja, sambil berdoa semoga mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran saya. Sama seperti ketika dulu bergabung di lingkaran cosplayer atau lingkaran pendaki gunung, hanya diam, mendengarkan dan sok asik ikutan tertawa.

Sebenarnya saya nggak terlalu merasa asing karena ada kak Haw dan Yoga yang sudah pernah bertemu sebelumnya, saya juga sudah lama membaca blog mereka makanya saya tau beberapa hal yang mereka bicarakan, tapi diam-diam saja tidak pernah berinteraksi, karena saya introvert, hehe. Untungnya mereka menerima kehadiran saya dengan ramah. Terima kasih.

Sebelumnya saya bertanya-tanya pembicaraan macam apa, sih, di lingkaran bloger ini? Apakah tips dan trik beriklan yang baik di blog, atau membahas teknik menulis yang menarik atau bertukar cerita tentang proyek-proyek yang sedang mereka kerjakan.

Ternyata drama di lingkaran blogger yang menjadi topik utama. Hahaha, cukup seru. Dulu saya pikir kenapa dunia bloger adem-adem saja tidak ada drama yang tren seperti di lingkaran cosplayer yang rasanya setiap hari ada saja dramanya. Rupanya saya hanya tidak tau saja, toh, karena dari dulu saya tidak punya lingkaran yang asyik dan rebel seperti mereka ini.

Ada momen ketika Firman, Yoga dan Dian membahas mengenai Taylor Swift yang pacaran hanya untuk konten, Taylor Swift yang harus patah hati dulu untuk membuat lagu yang bagus, membuat saya merasa lucu sendiri. Mengingat respon Swifties di luar sana jika idolanya dibicarakan dengan cara seperti itu, tapi untungnya saya bukan penggemar yang saklek. Jadi tolong ya… ya nggak apa-apa, sih, membicarakan Taylor Swift di depan saya mau dengan cara negatif atau positif, saya akan selo saja, kok.

Lalu untuk kedua kalinya saya pamit pulang duluan setelah kak Haw mengingatkan waktu, saya juga sudah merasa mencapai batas, energi sudah terkuras hari ini karena banyak berinteraksi. Sebelum pergi saya menyempatkan untuk memotret mereka.


Saya tidak ada dalam foto, biar terkesan misterius saja. Dan saking misteriusnya sampai diomongin di blognya Dian, hahhaha. 

Komentar

  1. Ngaret enggak ada obatnya ini justru kebalikan sama saya. Anaknya terlalu cepat datang dan sering jadi orang pertama ketika kumpul-kumpul. Haha.

    Masih ingat aja soal Taylor Swift. Tapi emang betul sih. Ada formula khusus dalam berkarya. Ada yang perlu patah hati dulu supaya bisa menulis atau bikin lagu dengan hasil ciamik. Saya kayaknya spesialis sinis dan marah-marah. Ketika energi jahanam itu mulai keluar, entah kenapa menulisnya jadi lancar banget. Wqwq.

    Penutup tulisan yang aduhai. Dian emang berengsek karena sendirinya diam-diam menghanyutkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu saya juga selalu jadi yang pertama datang tapi lama-lama ketularan juga kadang terlambat 10-15 menit.
      Sebenarnya malah bahasan yang paling saya ingat itu ya soal Taylor Swift, hehe. Iya, iya, ada saat saya harus menciptakan suasana hati sendu dengan mendengarkan musik sedih biar bisa menulis tema tertentu.
      Hmm, diamnya ternyata di otaknya sedang berspekulasi.

      Hapus
  2. Sepertinya anda sudah masuk ke lingkaran bloger rebel. Karena butuh 3 part untuk menjelaskan dan beneran pamit. (Pamit ke aryo, pamit ke mbak ika, pamit ke kami).

    Ikutan mengiyakan kalimat yoga, Dian emang brengsek.

    BalasHapus
  3. Dan saya pun sepertinya akan berperilaku (((BERPERILAKU))) sama kaya kamu, Wi, misal ketemu sama orang-orang baru. Diam dan hanya menyimak obrolan mereka xD.

    BalasHapus
  4. Haduuuh. Maaf ya gue telat jadinya nggak bisa ngobrol banyak. Huehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ngobrol banyak tapi memancing yang lain buat terus ngomong, haha.

      Hapus

Posting Komentar