ChitChatNN: Hidup Begitu Melelahkan, Mari Istirahat Sebentar

credit: @amlptrk

Setelah beberapa purnama akhirnya menulis bareng lagi dengan Nika. Kalau dengan Nika tentunya akan membahas hal-hal yang ramai dibicarakan, kali ini tentang toxic positivity. Hhh… istilah apalagi ini…
Lebih baik baca tulisan Nika terlebih dulu di #ChitChatNN : Toxic Positivity, setelahnya baru balik lagi ke blog ini. Tidak balik lagi juga tidak apa-apa, sih.

Rasanya lelah sekali dengan society these days yang mempermasalahkan hal apapun setiap harinya, atau hanya saya yang terlampau mengasingkan diri?
Setelah masalah anxiety karena toxic people kemudian berusaha untuk spread positive vibes lalu ini malah yang terlihat positif dibilang racun juga. Sepertinya serba salah menjalani hidup dalam society.

Tapi mungkin kurang lebihnya saya pernah merasakan kesalnya terpapar yang disebut toxic positivity. Suatu waktu saya dinasehati oleh kakak sepupu, semua kata-katanya sangat logis dan bernada positif tapi sialnya suasana hati saya mendadak menjadi suram mendengarnya, saya malah merasa kesal dan berakhir menangis saking kesalnya. Tapi kenapa hal-hal baik yang disampaikan malah membuat saya kesal? Ya, karena saya sudah tau memang hal-hal itu baik, saya tau umumnya harus memilih ini dan itu karena memang itu pilihan yang baik, saya sudah tau, sudah paham, lalu apa?

Jadi kenapa saya merasa kesal? Mungkin ketika saya sadar tidak bisa memilih pilihan yang  baik itu karena suatu hal, saya tidak ingin diingatkan lagi bahwa pilihan itu adalah pilihan baik, bahwa seharusnya saya memilih itu. Karena hanya mengingatkan tidak akan mengubah keadaan saya. Orang yang sedang berada di keadaan negatif tidak selalu terbantu hanya dengan kata-kata positif.

Karena rumusnya: (-) x (+) = (-)


Jadi, supaya hasilnya positif maka pakai rumus: (-) x (-) = (+)

Dengan kata lain jika orang sedang di keadaan negatif atau sedih biarkan saja mereka larut dengan keadaannya, dengan kesedihannya, nanti jika emosi mereka sudah stabil maka logika mereka akan bekerja lagi untuk memilih atau melakukan hal-hal positif lagi, mereka akan menghadapi hidup dengan semangat lagi. 

Hal ini menyadarkan saya pernah cukup menyebalkan menanggapi teman yang sedang berkeluh kesah, bukannya memberi waktu mereka untuk istirahat saya malah memaksa mereka untuk tetap berpikir positif, jangan mengeluh, ada banyak hal yang patut disyukuri, jangan lemah, harus selalu kuat, dan kalimat lain yang nggak kalah bikin muak. Berkedok menyemangati padahal malah membuat tambah lelah dan muak. Maaf, ya, teman-teman saya pernah sangat menyebalkan.

Belajar dari pengalaman tersebut, ketika belum lama ada seorang teman yang meminta saya mendengarkan keluh kesahnya, saya berusaha untuk tidak menghakimi dan meracuninya dengan kata-kata positif. Ketika dia cerita kuliah dan kerjaan semuanya deadline sampai gak bisa fokus dengan salah satunya,  saya hanya merespon, “Iya, pasti capek banget rasanya, gue bisa bayangin, kok.”
Ketika dia lanjut menceritakan keluarganya dan berharap nggak dihakimi, saya merespon “Iya, gue bisa ngerti, kok. Ya udah, istirahat dulu bentar, nanti dikerjain lagi satu persatu, pelan-pelan. Capek memang tapi, ya, harus dihadapi.” Dan di akhir dia menutupnya dengan “Udah mau dengar cerita gue aja makasih, ya.” Saya tersenyum, berhasil tidak menjadi orang yang menyebalkan.

Yah, jadi itulah, orang yang sedang jatuh, sedih, lelah, hanya butuh didengar keluh kesahnya, hanya butuh teman untuk sama-sama mengumpat mengeluarkan hal-hal negatif agar setelahnya bisa semangat lagi, berpikir positif lagi, bahwa masih ada harapan dan hal-hal baik kedepannya.

Komentar

  1. iya eh... beberapa waktu yang lalu lihat story temen atau kiriman di twitter ya lupa, ga semua orng bisa nerima kata2 penyemangat sebagai hal baik saat dia lelah dan ada masalah. ternyata itu justru bkin jijik dan kaya: emangnya aku semenyedihkan itu apa? Duh sejak saat itu aku mulai belajar untuk lbh empati. mngkn selama ini baru ke tahap simpati. krn klo empati ky.a lbh ke kita mencoba ikt rasain apa yg jd keluh kesahnya. bnr gtu ga sih... hiks aku ga ingin dianggap menyebalkan pdhl aku hny ingin peduli dan membantu :'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang empati demikian; mencoba merasakan apa yang orang lain rasakan.

      Hapus
    2. Dan untuk sampai pada rasa empati itu lumayan sulit, kadang jatuhnya malah jadi kayak sok tau sok peduli akhirnya malah menyebalkan juga :(

      Hapus
  2. Finally, ChitChatNN is backkkkkkk....

    BalasHapus
  3. temanku pernah curhat soal putus cinta. awalnya aku ladeni dengan baik, aku dengarkan dengan seksama, dan mencoba untuk tak menghakimi, hanya sekedar menjadi tong sampah atas semua ceritanya. soalnya sejak dulu dia emang tipikal yang demen curhat sana sini. Hingga sebulan kemudian dia curhat lagi dengan masalah yang sama tapi dengan kegalauan yang berkelanjutan.

    akhirnya aku kasih saran ini itu, tapi besoknya dia membahas hal yang sama lagi bahkan dtg ke rumah sambil curhat ke mama hingga mama pun nyerah karena dia minta solusi, tapi dikasih solusi ada saja alasannya untuk menolak, lalu menit kemudian minta solusi lagi. kan bikin emosi ye kan....

    akhirnya aku blak-blakan, aku bilang kalau sifat dia yang ngemis-ngemis solusi tapi ujung2nya ga pernah mendengarkan pendapat orang lain itu masih belum diubah.dan itu menyebalkan. tapi dia malah menganggap kalau aku udah ga mau dengerin curhatannya. sejak saat itu dia mulai jaga jarak :D
    duh seneng sih, soalnya dia adalah orang yang sama yang dulu aku misuhin di blog soal dia yang suka maksa nginap di rumah.

    akhirnya sekarang ga ada lagi teror dari dia.
    aku juga mikir, ternyata memang benar, membiarkan teman toxic di sekitar kita itu ga baik buat kesehatan mental.
    Tapi untungnya kami ga berantem sih, hanya saja sekarang ini sekedar menghubungi jika ada keperluan mendesak. andai dari dulu seperti ini.

    btw maaf kalau malah curhat, huhuhuhu

    BalasHapus

Posting Komentar