Good Night Irene

 


That day Irene asked, “Over there. Those things that look like marshmallows. Whay are they called?”


. . .


Anyway, is it still fine write something here?

I want write something but since I dedicate this blog for my “interesting life moment” (and a few shitpost, of course) but turn out nothing “fun” happen for these past years. So, there is nothing interesting to write about. I’m barely living my life well, however so far I think I managed to survived the second wave of the pandemic in this country.


Tidak bisa menulis lebih dari itu dalam bahasa Inggris walaupun sebenarnya ingin.

Jadi, saya akan mulai cerita tentang drama yang baru saja saya selesaikan dan sangat ingin saya bicarakan … yah, tidak ada lagi yang menarik untuk ditulis selain film dan drama yang sudah saya tonton.

 

Drama Korea When the Weather Is Fine atau I’ll Go to You When the Weather is Nice menjadi drama yang paling saya nikmati. Drama underrated memang, rattingnya rendah karena memang tipe drama yang tidak semua orang suka. Meski begitu tetap saja muncul pertanyaan kenapa drama dengan genre healing dan slice of life yang pacenya lambat tidak disukai banyak orang?



Ceritanya tidak terlalu istimewa, tentang Mok Hae Won yang pulang kampung ke desa Bukhyeon karena lelah dengan kehidupannya di Seol dan memutuskan hibernasi selama musim dingin di sana. Gak beneran hibernasi, sih, malah kerja part time di toko buku milik Lim Eun Seob; teman SMA-nya Hae Won, yang ternyata suka dengan Hae Won bahkan sejak SMA. 


Lalu ceritanya berlanjut dan berkembang gak hanya seputar hubungan Eun Seob dan Hae Won, tapi mengisahkan masa lalu keluarga mereka juga. Tentang Eun Seob yang ternyata anak adopsi, tentang yang sebenarnya terjadi saat ayah Hae Won terbunuh, tentang hancurnya persahabatan Hae Won dan Kim Bo Young dan tentang kehidupan orang-orang di desa itu. Alurnya tenang dan damai, gak sepenuhnya damai tentu saja.

 

Yang menarik dari drama ini, setidaknya bagi saya adalah pemandangan alamnya, Good Night Bookstore private blog, narasinya yang puitis, animal spirit-nya Lim Hwi, Lee Jae Wook yang berperan sebagai Lee Jang Woo, juga karakter Lee Jang Woo itu sendiri. Sangat menarik dan menghibur.

 

Drama diawali dengan pemandangan toko buku dari luar, lalu di dalam terlihat Eun Seob menyeduh kopi saat di luar angin musim dingin mulai berembus menggerakkan daun-daun di pohon Willow. Begitulah rutinitas Eun Seob. Setiap pagi menyeduh kopi lalu membaca buku di teras toko buku miliknya sembari menikmati kopi, lalu pergi ke kota mencari buku-buku untuk dipajang di toko bukunya, malamnya berkumpul dengan anggota klub buku membaca puisi atau membahas buku favorit. Di sela-sela kesehariannya yang tidak terlalu sibuk itu Eun Seob membantu usaha ice skating rink orang tuanya, atau mendaki gunung. What a truly life goal.

 

Eun Seob menamai toko bukunya dengan Good Night Bookstore. Penjelasannya tentang nama itu ketika ditanya oleh Hae Won sangat sederhana,


Eating and sleeping well. It’s such a basic thing, but people have trouble with it. So, I named this place hoping people can eat well and have a good night’s sleep.

 

Di setiap akhir episode kita bisa ikut membaca apa yang ditulis Eun Seob di blog pribadinya. Entah blog itu bisa diakses bebas secara online atau tidak, tapi di blognya dia menyebut pembaca atau anggota klubnya, Member of the Good Night Club, the world’s oldest dispersed nocturnal organization. Sangat menarik. Di blognya Eun Seob lebih banyak menuliskan tentang Irene yang ternyata adalah Hae Won.

Ada salah satu kutipan di blognya yang menjadi favorit saya,


The less you expect, the calmer your days are.

 

Benar, saya setuju sekali dengan mas Eun Seob, memang sudah paling benar menjalani hari-hari dengan makan dan tidur yang berkualitas, juga sempatkan untuk fangirling/fanboying; maka setiap harinya akan terlewati dengan tenang dan damai.


 

Lee Jang Woo, meski agak narsis dan cerewet tapi menjadi yang paling saya tunggu-tunggu kemunculannya di setiap episode. Karakternya sangat menarik dibandingkan dengan Eun Seob yang super tenang, pendiam, dan hampir tanpa ekspresi. Jang Woo adalah mood maker, orang yang rela ribet agar semua orang bisa berkumpul dan menikmati acara menarik, orang yang effortlessly lucu. Jang Woo adalah tipe teman yang kita butuhkan dalam hidup yang suram ini.

Dan siapa sangka kata-katanya yang humble di akhir episode menjadi daya tariknya tersendiri,


You may think that I’m on the hamster whel, living a boring life. You may also think that my job is nothing special. But you see, I call that mundane life “happiness”.


 

Drama ini gak melulu menyuguhi kita dengan kata-kata bijak nan puitis dalam menjalani hidup yang biasa saja, tapi juga lawakan yang dibawakan oleh duet Lim Hwi dan Lee Jang Woo. Drama ini berhasil menggambarkan kehidupan di sebuah desa kecil yang tenang dan guyub dengan dinamika interaksi keseharian orang-orangnya, yang mungkin saja membuat kita berpikir hidup di desa seperti itu rupanya menyenangkan juga, ketika rasanya lelah dengan kepadatan kota dan gaya individualismenya.

 

Sebagai penutup saya akan meminjam kata-kata mas Eun Seob,


Since sleeping well is a good thing.

Waking up well, eating well, working well, and getting good rest.

And if you sleep well at night, that’s what you call a really good life.

So have a good night, everyone.

Komentar